Cerai karena Suami Masuk Penjara
Pertanyaan:
Aku telah menikah selama 5 tahun dan memiliki dua orang anak. Sebelum kami menikah, suamiku adalah pecandu narkoba. Kemudian bertaubat dan memulai hidup baru.
Pada tahun awal pernikahan kami, dia berhenti mengonsumsi narkoba, dan menghabiskan seluruh waktunya dalam berbagai urusan agama. Dia selalu pergi selama 3 hari setiap bulan dan 40 hari setiap tahun untuk berdakwah, serta menghabiskan kebanyakan waktunya di masjid. Karena itu, beban nafkah rumah tangga seluruhnya dan nafkah anak-anakku kutanggung sendiri.
Selama empat tahun yang telah berlalu itu, dia tidak memberi kami nafkah. Kutahan semua ini karena aku mencintainya, meski menyedihkan. Akhir-akhir ini dia mulai membohongiku, dia mulai mencandu narkoba lagi dan aku tidak tahu apa penyebabnya. Dia menjadi suka memukulku dan menanggungkan utang yang amat banyak kepadaku, hingga aku terpaksa menjual rumah untuk menutupi utang-utang itu. Anak-anakku pun mengungsi ke rumah orang tuaku.
Kemudian dia ditangkap polisi dan masa kurungannya akan selesai dalam waktu satu tahun. Aku telah memutuskan cerai dengan cara membatalkan pernikahan. Apakah tindakanku sudah tepat? Aku ingin memulai hidup baru lagi bersama kedua anakku. Keduanya mengharapkanku agar aku menunggu suamiku dan tidak meninggalkannya. Namun aku mengira tidak akan mampu untuk menanggung beban lebih dari itu.
Jawaban:
Saudari penanya, semoga Allah melonggarkan kesulitan Anda, mempermudah urusan Anda, dan memberi Anda petunjuk kepada hal-hal yang mengandung kebaikan.
Di antara sunnatullah yang berlaku di tengah para hamba-Nya adalah menguji mereka di dunia untuk membuktikan kesabaran dan keridhaan mereka.
“Besarnya balasan seiring dengan besarnya bala’. Dan sesungguhnya bila Allah menyukai suatu kaum, niscaya Dia akan menguji mereka. Barangsiapa ridha maka dia akan mendapatkan keridaan-Nya, dan barangsiapa marah, maka dia akan mendapat kemurkaan-Nya.” (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi dan dianggap hasan oleh al-Albani dalam kitab Silsilah Shahih).
Maka bersabarlah dan berharaplah pahala-Nya. Sedangkan kisah yang Anda ceritakan mengenai suami Anda, maka itu adalah sesuatu yang amat menyedihkan. Dia telah jatuh ke dalam tiga larangan:
Pertama, tidak memberikan nafkah kepada Anda dan anak-anak Anda, padahal seorang suami diperintahkan untuk memberikan nafkah kepada istri dan anak-anaknya. Jika suami meninggalkan kewajiban itu, maka istri berhak melaporkan perkaranya kepada pengadilan dan dia boleh meminta cerai.
Kedua, mengabaikan pengurusan rumah tangga dan anak-anaknya adalah suatu dosa atas dirinya, meskipun dengan alasan untuk dakwah. Sebab dia sendiri mempunyai hak atas dirinya, istrinya mempunyai hak atasnya, Tuhannya mempunyai hak atasnya, sementara yang wajib adalah memberikan hak kepada setiap yang berhak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menganggap menelantarkan siapa saja yang berada di dalam kekuasaan seseorang sebagai suatu dosa. Beliau bersabda,
“Cukup seseorang dikategorikan berdosa jika dia menelantarkan orang yang harus dia beri makan.” (Diriwayatkan oleh Abu Dawud dan dianggap hasan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Dawud)
Mendidik anak-anak, mengurusi mereka dan rumah tangga, adalah suatu amanah di pundak ayah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap kamu akan ditanyai mengenai yang dipimpinnya. Seorang laki-laki adalah pemimpin di tengah keluarganya, dan dia akan ditanyai mengenai yang dipimpinnya.” (Diriwayatkan oleh Bukhari-Muslim)
Ketiga, narkoba dianggap sebagai barang yang haram. Bahkan termasuk di antara dosa-dosa besar. Ia merusak agama dan dunia, merusak badan, menghilangkan akal, memboroskan harta, menyebabkan kehormatan, dan kemuliaan menjadi terabaikan, dan menghimpun segala pintu kejahatan. Maka ada ancaman keras jangan sampai memasuki pintunya dan terjatuh ke dalam jeratnya. Betapa banyak rumah tangga yang telah ia hancurkan, berapa banyak jiwa yang telah ia bunuh, berapa banyak nikmat yang telah ia caci, dan berapa banyak siksa yang ia bawa.
Siapa saja yang terjatuh dalam perangkap narkoba ini, amat kecil kemungkinannya ia bisa selamat darinya; kecuali jika Allah meliputinya dengan rahmat dan hidayah-Nya.
Mengenai keinginan Anda untuk bercerai, jika suami Anda sungguh-sungguh dalam taubatnya, menyesali apa yang dia perbuat, bertekad untuk memperbaiki dirinya, terlebih lagi jika dia menginginkan agar Anda tinggal bersamanya, apalagi kedua anak Anda mengharapkan Anda menunggunya, kemudian keberadaan anak di antara Anda berdua menjadikan Anda menunda permintaan cerai, karena pendidikan anak yang disertai oleh ayah dan ibu mereka adalah lebih baik buat mereka daripada hanya disertai oleh salah satu di antara mereka, jauh dari yang satunya, jika suami Anda tersebut sungguh-sungguh dalam taubat dan penyesalannya, maka yang terbaik untuk Anda adalah bersabar dan menunggu keluarnya dia dari penjara, guna mewujudkan kemaslahatan untuknya dan untuk anak-anak Anda, juga untuk diri Anda pula.
Sedangkan bila Anda tidak bisa bersabar tinggal tanpa suami dalam masa setahun ini, atau suami Anda itu tidak sungguh-sungguh bertaubat, maka saat itulah tidak ada dosa atas Anda untuk meminta cerai; dan tiada kebaikan bila Anda tinggal bersamanya sementara dia terus melakukan kemaksiatan itu. Anda harus banyak berdoa kepada Allah Ta’ala dan beristikharah kepada-Nya sebelum memutuskan perkara apa pun. Semoga Allah memperbaiki kondisi kalian berdua dan menunjuki kalian berdua jalan yang lurus.
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munjid, al-Islam Sual wa Jawah
Sumber: Setiap Problem Suami-Istri Ada Solusinya, Solusi atas 500 Problem Istri dan 300 Problem Suami oleh Sekelompok Ulama: Syaikhul Islam Ibn Taimiyah, Syaikh bin Baz, Syaikh Muhammad bin Ibrahim, Syaikh Abdullah bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Jibrin dll, Mitra Pustaka, 2008 .test
Artikel www.KonsultasiSyariah.com
🔍 Makna Husnudzan, Wafatnya Nabi Isa, Hukum Mengulur Waktu Sholat, Cara Istri Melayani Suami, Azab Istri Yg Durhaka Kepada Suami, Puasa Asyura Tanggal Berapa
Leave a Reply