Pertanyaan:
Pada sebuah kesempatan, Syaikh Masyhur Hasan Salman hafizhahullah ditanya, “Ada seorang pemuda, ia mampu bekerja tapi enggan bekerja. Apa pendapat anda?”
Beliau menjawab:
Pendapatku sama dengan pendapat Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu,
أرى الشاب فيعجبني فأسأل عن عمله فيقولون لا يعمل فيسقط من عيني
“Aku melihat seorang pemuda, ia membuatku kagum. Lalu aku bertanya kepada orang-orang mengenai pekerjaannya. Mereka mengatakan bahwa ia tidak bekerja. Seketika itu pemuda tersebut jatuh martabatnya di mataku.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
إن أطيب كسب الرجل من يده
“Pendapatan yang terbaik dari seseorang adalah hasil jerih payah tangannya.”
Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seorang lelaki yang kulit tangannya kasar, beliau bersabda,
هذه يد يحبها الله ورسوله
“Tangan ini dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau juga bersabda,
إذا قامت القيامة وفي يد أحدكم فسيلة فليغرسها
“Jika qiamat telah datang, dan ketika itu kalian memiliki cangkokan tanaman, tanamlah!”
Beliau juga bersabda,
كفى بالمرء إثماً أن يضيع من يعول
“Seseorang itu sudah cukup dikatakan sebagai pendosa jika ia menelantarkan orang-orang yang menjadi tanggungannya.”
Jika seseorang duduk di masjid menyibukkan diri dalam urusan agama, menuntut ilmu agama atau beribadah namun menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya, ia adalah seorang pendosa. Ia tidak paham bahwa bekerja untuk menjaga iffah dirinya, istrinya dan anak-anaknya adalah ibadah. Terdapat hadits shahih dari Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam,
الساعي على الأرملة والمسكين كالمجاهد في سبيل الله
“Petugas pengantar shadaqah untuk janda dan orang miskin bagaikan mujahid di jalan Allah.”
Al Baihaqi dalam kitabnya, Syu’abul Iman, membawakan sebuah riwayat dari Umar radhiyallahu‘anhu:
يا معشر القراء (أي العباد) ارفعوا رؤوسكم، ما أوضح الطريق، فاستبقوا الخيرات، ولا تكونوا كلاً على المسلمين
“Wahai para pembaca Qur’an (yaitu ahli ibadah), angkatlah kepada kalian, sehingga teranglah jalan. Lalu berlombalah dalam kebaikan. Dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin.”
Dan janganlah menjadi beban bagi orang lain. Muhammad bin Tsaur menceritakan, suatu ketika Sufyan Ats Tsauri melewati kami yang sedang berbincang di masjidil haram. Ia bertanya: ‘Kalian sedang membicarakan apa?’. Kami berkata: ‘Kami sedang berbincang tentang mengapa kita perlu bekerja?” Beliau berkata:
اطلبوا من فضل الله ولا تكونوا عيالاً على المسلمين
“Carilah rezeki dari Allah dan janganlah menjadi beban bagi kaum muslimin.”
Pada kesempatan lain, Sufyan Ats Tsauri sedang sibuk mengurus hartanya. Lalu datanglah seorang penuntut ilmu menanyakan sebuah permasalahan kepadanya, padahal beliau sedang sibuk berjual-beli. Orang tadi pun lalu memaparkan pertanyaannya. Sufyan Ats Tsauri lalu berkata: ‘Wahai anda, tolong diam, karena konsentrasiku sedang tertuju pada dirhamku, dan ia bisa saja hilang (rugi)’. Beliau pun biasa mengatakan,
لو هذه الضيعة لتمندل لي الملوك
“Jika dirham-dirham ini hilang, sungguh para raja akan memanjakan diriku.”
Ayyub As Sikhtiani berkata:
الزم سوقك فإنك لا تزال كريماً مالم تحتج إلى أحد
“Konsistenlah pada usaha dagangmu, karena engkau akan tetap mulia selama tidak bergantung pada orang lain.”
Agama kita tidak mengajak untuk miskin. Ali radhiyallahu‘anhu berkata:
لو كان الفقر رجلاً لقتلته
“Andaikan kefaqiran itu berwujud seorang manusia, sungguh akan aku bunuh ia.”
Rasulullah shallallahu‘alaihi wa sallam juga berdoa,
اللهم إني أعوذ بك من الكفر والفقر
“Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekafiran dan kefaqiran.”
Maka wajib bagi setiap muslim untuk bekerja, berusaha, bersungguh-sungguh dan tidak menelantarkan orang yang menjadi tanggungannya. Orang yang hanya duduk diam, ia bukanlah mutawakkil (orang yang tawakal), melainkan ia adalah mutawaakil (orang yang lemah sehingga mempercayakan urusannya pada orang lain). Ini adalah kemalasan.
Manusia diciptakan di dunia agar mereka dapat bekerja, berusaha dan bersungguh-sungguh. Para nabi pun bekerja, Abu Bakar radhiallahu ‘anhu pun berdagang. Orang yang berpendirian bahwa duduk diam tanpa bekerja adalah tawakkal, kemungkinan pertama ia memiliki pemahaman agama yang salah, atau kemungkinan kedua ia adalah orang malas yang gemar mempercayakan urusannya pada orang lain.
Kepada orang yang demikian kami nasehatkan, perbaikilah niat anda dan carilah penghasilan yang halal, bertaqwalah kepada Allah dan tetap berada dalam ketaatan. Bersemangatlah untuk menghadiri perkumpulan penuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu dengan tanpa menelantarkan orang yang menjadi tanggungan anda. Orang yang inginnya meminta-meminta dari orang lain, Allah akan membukakan baginya pintu kefaqiran. Orang yang bekerja, dialah orang yang kaya. Karena kekayaan hakiki bukanlah harta, melainkan kekayaan jiwa. Orang yang kaya jiwanya tidak gemar meminta-minta kepada orang lain.
Semoga Allah Ta’ala memberi kita taufiq agar menjalankan apa yang Allah cintai dan ridhai.
[Diterjemahkan oleh Yulian Purnama dari Fatawa Syaikh Masyhur Hasan Salman, fatwa no.94]
Sumber: kangaswad.wordpress.com
🔍 Arti Syirik, Sikap Menantu Perempuan Terhadap Mertua, Definisi Syariat Islam, Doa Dimudahkan Melahirkan, Hukum Menangis Ketika Puasa