Hukum Membaca Shalawat
Apa hukum membaca shalawat? Maksud saya, yg di luar shalat, membaca shalawat secara umum.
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Bacaan shalawat, dapat kita golongkan menjadi dua,
- Shalawat yang bersifat mutlak, tidak terikat waktu dan tempat
- Shalawat muqayad, yaitu shalawat yang disyariatkan di waktu tertentu, atau keadaan tertentu, seperti shalawat ketika shalat.
Allah berfirman, memerintahkan orang yang beriman untuk membaca shalawat,
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab: 56)
Dalam ayat di atas, terdapat perintah untuk menyampaikan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. “Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” Karena itu, ayat ini dijadikan dalil oleh sebagian ulama untuk menyatakan wajibnya shalawat secara umum.
al-Qodhi Iyadh[1] dalam kitabnya as-Syifa bi Ta’rif Huquq Musthofa mengatakan,
“Pahamilah bahwa bershalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara umum hukum wajib, yang tidak dibatasi waktu tertentu. Berdasarkan perintah Allah agar kita memberikan shalawat kepada beliau. Dan para ulama memahami perintah ini sebagai perintah wajib. Mereka sepakat akan hal ini. Sementara Abu Ja’far at-Thabari menyatakan bahwa menurutnya ayat ini (ayat shalawat) dipahami sebagai perintah anjuran. Dan beliau mengklaim adanya ijma’ tentang hukum anjuran ini.”
Kemudian al-Qodhi Iyadh berkomentar, ”Mungkin maksud beliau adalah membaca shalawat lebih dari sekali. Dan hukum wajib yang bisa menggugurkan beban dosa karena meninggalkan kewajiban hanya berlaku sekali. Sebagaimana persaksian tentang kenabian beliau. Lebih dari itu, hukumnya sunah yang dianjurkan dalam islam.” (as-Syifa bi Ta’rif Huquq Musthofa, 2/140).
Selanjutnya, al-Qodhi Iyadh menyebutkan keterangan beberapa ulama, di antaranya al-Qodhi Abul Hasan Ibn al-Qoshor,
قَالَ الْقَاضِي أَبُو الْحَسَنِ بْنُ الْقَصَّارِ: الْمَشْهُورُ عَنْ أَصْحَابِنَا أَنَّ ذَلِكَ وَاجِبٌ فِي الْجُمْلَةِ على الإنسان وفرض عليه عَلَيْهِ أَنْ يَأْتِيَ بِهَا مَرَّةً مِنْ دَهْرِهِ مَعَ الْقُدْرَةِ عَلَى ذَلِكَ
Al-Qodhi Abul Hasan Ibn al-Qoshar mengatakan,
Pendapat yang masyhur di kalangan ulama kami (Malikiyah) bahwa bershalawat hukumnya wajib untuk dilakukan sekali bagi manusia. Dia wajib membaca shalawat sekali di sepanjang usianya, selama dia mampu untuk melakukannya.
Berikutnya, beliau menukil keterangan al-Qodhi Abu Bakr bin Bukair,
وَقَالَ الْقَاضِي أَبُو بَكْرِ بْنُ بُكَيْرٍ: افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَى خَلْقِهِ أَنْ يُصَلُّوا عَلَى نَبِيِّهِ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا وَلَمْ يَجْعَلْ ذَلِكَ لِوَقْتٍ مَعْلُومٍ. فَالْوَاجِبُ أَنْ يُكْثِرَ الْمَرْءُ مِنْهَا، وَلَا يَغْفُلَ عَنْهَا
al-Qodhi Abu Bakr bin Bukair mengatakan,
Allah mewajibkan kepada makhluk-Nya untuk bershalawat dan memberi salam kepada Nabi-Nya. Dan Allah tidak menetapkan adanya waktu khusus untuk shalawat. Karena itu, wajib bagi seseorang memperbanyak shalawat dan tidak lalai darinya.
Nukilan beliau lainnya,
قال القاضي أبو عبد الله محمد بن سعيد: ذهب مَالِكٌ وَأَصْحَابُهُ وَغَيْرُهُمْ مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ أَنَّ الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم فرض بالجملة بقصد الْإِيمَانِ، لَا يَتَعَيَّنُ فِي الصَّلَاةِ. وَأَنَّ مَنْ صَلَّى عَلَيْهِ مَرَّةً وَاحِدَةً مِنْ عُمُرِهِ سَقَطَ الْفَرْضُ عَنْهُ.
Al-Qodhi Abu Abdillah Muhammad bin Said mengatakan,
Imam Malik dan ulama malikiyah serta yang lainnya berpendapat bahwa bershalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hukumnya wajib secara umum, dalam rangka mengimani beliau. Tidak ada waktu khusus untuk kewajiban shalawat ini. Dan siapa yang membaca shalawat sekali sepanjang usianya, maka gugurlah kewajiban darinya.
(as-Syifa bi Ta’rif Huquq Musthofa, 2/141 – 142).
Demikian keterangan para ulama madzhab Malikiyah, bahwa membaca shalawat secara umum hukumnya wajib. Yang kami maksud secara umum, shalawat yang bersifat mutlak, tidak terikat waktu dan tempat. Selama seseorang mukmin telah membaca shalawat di sepanjang usianya, kapanpun, dan di manapun, maka telah gugur kewajiban membaca shalawat.
Sementara Syafiiyah berpendapat bahwa kewajiban shalawat yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika shalat. Sedangkan di luar shalat, hukumnya tidak wajib.
Allahu a’lam.
Keterangan:
[1] Al-Qodhi Iyad bin Musa al-Yahshabi. Lahir di akhir abad ke-5 H di daerah Andalus. Beliau termasuk ulama besar bermadzhab Maliki dan menjadi hakim di berbagai wilayah propinsi. Karena itu, beliau digelari al-Qodhi. Wafat tahun 544 H.
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- Donasi dapat disalurkan ke rekening:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)
🔍 Air Susu Istri Terminum Suami, Mendoakan Bayi Baru Lahir, Para Wali Qutub, Cara Mengqodho Sholat Maghrib Di Waktu Isya, Timbangan Akhirat, Asi Menurut Islam