MANHAJ

Menolak Shalat Istisqa, Malu Tidak Turun Hujan

shalat istisqa 2019

Ilustrasi. Shalat istisqa' di Polres Gunung Mas 09/2019 @tribratanews.kalteng.polri.go.id

Meluruskan Seorang Dai yang Tidak Mau Sholat Istisqa Karena Malu Tidak Turun Hujan

Alhamdulillah ‘ala kulli haal, saat ini kemarau panjang dan banyak terjadi kebakaran hutan. Nah beberapa kaum muslimin sudah melakukan shalat istisqa’. Namun sayangnya ada seorang dai mempropagandakan menolak jadi imam shalat istisqa’ karena alasannya bisa bikin malu jika ternyata setelah shalat tidak turun hujan, dan menganggap doa tidak terkabul. Mohon tanggapannya, syukron.

Abu Azzam

Jawaban:

Bismillah walhamdulillah was sholaatu wassalam’ala Rasulillah.

Membaca statemen seperti itu keluar dari seorang da’i, kita masyarakat yang pembaca lebih merasa malu melihat tingkah malu-maluin dari seorang yang diustadzkan. Tidak seyogyanya komentar semacam itu muncul dari seorang yang dianggap berilmu. Karena tindak tanduknya ditiru lan digugu (diikuti dan ditaati, jawa). Semoga Allah memberi hidayah kepada kita semua.

Isi dan tujuan dari sholat istisqa, adalah doa meminta hujan. Karena Istisqa’ / استسقاء sendiri memiliki makna, meminta hujan. Setiap kata kerja bahasa Arab, yang didahului huruf alif (ا), sin (س) dan ta’ ( ت), memiliki arti permintaan.

– Nabi kita shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan umatnya untuk optimis dalam berdoa. Apakah kemudian ada da’i di tengah umatnya, yang tega menghancurkan karakter optimis yang telah lama beliau perjuangkan pada umatnya ini?!

Beliau berpesan,

ادعوا الله وأنتم موقنون بالإجابة واعلموا أن الله لا يستجيب دعاء من قلب غافل لاه

“Berdoalah kepada Allah dan kalian yakin akan dikabulkan. Ketahuilah, sesungguhnya Allah tidak mengabulkan doa dari hati yang lalai, dan lengah (dengan doanya).” (HR. Tirmidzi dan dishahihkan Al-Albani)

– Nabi kita shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya, untuk merasa butuh dan miskin di hadapan Allah. Kemudian ada da’i di tengah umatnya yang tega menggugurkan sifat yang mulia ini?!

Saat perang Badar sedang berkecamuk, Nabi shalallahu alaihi wa sallam mengangkat tangan beliau tinggi-tinggi, seraya menengadah ke arah langit. Dengan penuh rasa harap dan teramat butuh kepada Allah, beliau mengucapkan doa,

اللهم أنجز لي ما وعدتني، اللهم آت ما وعدتني، اللهم إن تهلك هذه العصابة (الجماعة من الناس) من أهل الإسلام لا تُعْبد في الأرض

“Ya Allah mohon tunaikan apa yang telah Engkah janjikan kepada kami, ya Allah datangkan apa yang Engkau janjikan kepada kami, jika pasukan muslim yang sedikit ini kalah, Engkau tak akan lagi disembah di muka bumi”

Kata Umar bin Khatab radhiyallahu’anhu, yang melihat langsung kejadian itu,

فما زال يهتف بربه ماداً يديه، مستقبل القبلة، حتى سقط رداؤه عن منكبيه، فأتاه أبو بكر، فأخذ رداءه فألقاه على منكبيه، ثم التزمه من ورائه، وقال يا نبي الله! كفاك مناشدتك ربك، فإنه سينجز لك ما وعدك الحديث.

“Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam terus bermunajat kepada Allah, seraya menengadahkan tangan, dalam posisi menghadap kiblat, sampai selendang dipundak beliau, jatuh.

Kemudian Abu Bakar mengambilkan selendang dan menempatkannya kembali di pundak Nabi.

Lalu Abu Bakar diam sejenak di belakang Nabi. Sampai Abu Bakar berkata kepada Nabi,

“Duhai Nabi Allah, cukup doa engkau kepada Allah.. cukup. Allah pasti menunaikan apa yang dijangjikanNya kepada engkau.” (HR. Muslim)

Siapa kita dibandingkan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam?! Manusia yang paling bertakwa yang telah dijamin surga pun, ternyata bersikap demikian butuh, merasa fakirnya kepada Allah?! Apakah Anda tega wahai dai, mensia-siakan keteladanan jujur dari manusia paling jujur ini?!

Allah itu semakin cinta, saat ada hambaNya sedikit-sedikit minta sama Allah. Semakin besar rasa miskinnya di hadapan Allah, semakin cinta Allah sama dia. Di situlah sumber ketundukan, kekhuyuan dan ketawaduan kepada Allah.

Dan sebaliknya, semakin seorang itu merasa kaya, merasa cukup kepada Allah, semakin besar murka Allah kepadanya. Di situlah sumber kesombongan, kepongahan dan pembangkangan.

وَقَالَ رَبُّكُمُ ٱدۡعُونِيٓ أَسۡتَجِبۡ لَكُمۡۚ إِنَّ ٱلَّذِينَ يَسۡتَكۡبِرُونَ عَنۡ عِبَادَتِي سَيَدۡخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ

Tuhanmu berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku perkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk neraka Jahanam dalam keadaan hina dina.” (QS. Ghafir : 60)

– Nabi itu, sampai urusan tali sendal putus saja minta sama Allah. Anda soal urusan hujan malah membuat umat pesimis untuk minta sama Allah?!

ليسأل أحدكم ربه حاجته كلها حتى شسع نعله إذا انقطع

Hendaklah setiap kalian meminta kepada Rabbnya semua kebutuhan, sampai-sampai ketika tali sandalnya lepas’.”

Mari pembaca, kita melihat keteladanan dari orang-orang yang benar-benar berilmu. Ulama sejati yang bukan sekedar diulamakan. Atau dalam bahasa kita; Ustadz sejati yang bukan sekedar diustadzkan. Kita simak paparan dari Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah,

وكان بعض السلف يسأل الله في صلاته كل حوائجه حتى ملح عجينه وعلف شاته ، وفي الإسرائيليات : أن موسى عليه الصلاة والسلام قال : يا رب ! إنه ليعرض لي الحاجة من الدنيا فأستحي أن أسألك . قال : سلني حتى ملح عجينك وعلف حمارك

“Sebagian ulama salaf dahulu, meminta kepada Allah dalam sholat mereka, semua kebutuhan mereka. Sampai ada yang meminta kepada Allah garam dapurnya atau pakan (makanan) kambingnya. Disebutkan dalam riwayat Israiliyat : Bahwa Musa -alaihis sholaatu wassalam-, pernah berdoa,

“Ya Tuhanku… Sungguh ada kebutuhan duniawi yang aku butuhkan, namun aku malu meminta kepadaMu.”

Allah ta’ala menjawab keluhan Musa,

“Mintalah kepada-Ku, sampaipun garam dapurmu atau pakan keledaimu.”

Ibnu Rajab melanjutkan,

فإنَّ كلَّ ما يحتاج العبد إليه إذا سأله من الله فقد أظهر حاجته فيه وافتقاره إلى الله ، وذاك يحبه الله

Hamba yang meminta semua kebutuhannya kepada Allah, dia telah menampakkan rasa butuh dan fakirnya kepada Allah. Sifat seperti itu, dicintai oleh Allah.

(Jami’ Al ‘Ulum wal Hikam, 2/662)

– Nabi kita shallallahu’alaihi wasallam mengajarkan kepada umatnya, untuk mantap / percaya sepenuhnya, saat meminta dan bergantung kepada Allah. Lalu akankah ada dai di tengah umatnya yang begitu tega melenyapkan perasaan itu dari umatnya?!

Beliau bersabda,

لا يقل أحدكم إذا دعا اللهم اغفر لي إن شئت اللهم ارحمني إن شئت ليعزم المسألة فإنه لا مُكرِه له

“Janganlah kalian ketika berdoa dengan mengatakan, ‘Ya Allah, ampuni aku jika Engkau mau. Ya Allah, rahmatilah aku, jika Engkau mau’. Hendaknya dia memantapkan keinginannya, karena tidak ada yang memaksa Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Di hadis yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “…..Karena Allah tidak keberatan dan kesulitan untuk mewujudkan sesuatu.” (HR. Ibn Hibban dan dishahihkan Syua’ib Al-Arnauth)

Rasul shallallahu’alaihi wasallam melarang menyertakan kalimat

“Jika Engkau mau ya Allah…”

karena ungkapan ini bertentangan dengan prinsip merasa miskin di hadapan Allah. Padahal Allah tegas berfirman,

۞يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ أَنتُمُ ٱلۡفُقَرَآءُ إِلَى ٱللَّهِۖ وَٱللَّهُ هُوَ ٱلۡغَنِيُّ ٱلۡحَمِيدُ

Hai manusia! Kalian itulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dialah Yang Mahakaya (tidak butuh sesuatu apapun), dan Dia Maha Terpuji. (QS. Fathir : 15)

Wajarnya, permintaan yang disertai ungkapan tawar seperti itu, ditujukan kepada orang tidak terlalu dia pertimbangkan, tidak terlalu dia harapkan karena khawatir jika memantapkan harapan akan kecewa, tidak terlalu dia butuhkan.

(Lihat : Syarah Kitab At Tauhid min Shahih al-Bukhari, 2/256. Syekh Abdullah Al Ghunaiman)

Kasarnya, semakna dengan ucapan seorang, “Kalau mau yang silahkan kalau enggak yang ga papa, emang gue pikirin.”

Atau ungkapan lain, “Kalau sudah jadi imam shalat istisqa’ ternyata gak turun hujan, mejret deh lu…… Malu banget, ngimamin istisqa’ tapi nggak juga turun hujan. Berarti doa lu kagak mempan.”

Subhanallah, jelas ini sebuah kelancangan dan tidak ada kesopanan sama sekali kepada Allah !!

Setidaknya, pernyataan seperti di atas mengandung 5 kemungkaran berikut :

[1] Indikasi kurangnya tawakkal kepada Allah.

[2] Merendahkan ibadah sholat istisqa’ dan menjadi imam sholat istisqa’.

Kemudian berbuntut perendahan kepada semua orang yang beramar ma’ruf mengajak masyarakat untuk menghidupkan sunah sholat istisqa’. Bisa dibayangkan betapa banyak orang yang terdzolimi oleh ucapan semacam ini?!

[3] Merendahkan saudaranya sesama muslim yang sedang berdoa.

Padahal mereka telah berupaya melaksanakan perintah Allah,

ٱدۡعُواْ رَبَّكُمۡ تَضَرُّعٗا وَخُفۡيَةًۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلۡمُعۡتَدِين

Berdoalah kepada Tuhanmu dengan rendah hati dan suara yang lembut. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. ( QS. Al-A’raf : 55)

[4] Indikasi kesombongan.

Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,

الكبر بطر الحق وغمط الناس

Kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. (HR. Muslim)

[5] Prasangka buruk kepada Allah.

Seakan berat bagi Allah untuk mengabulkan doa hamba-hambaNya meminta hujan. Ini prasangka menghina Allah! Menyerupai prinsip orang-orang musyrik Jahiliah dan orang orang munafik.

Allah ta’ala mengatakan,

وَيُعَذِّبَ ٱلۡمُنَٰفِقِينَ وَٱلۡمُنَٰفِقَٰتِ وَٱلۡمُشۡرِكِينَ وَٱلۡمُشۡرِكَٰتِ ٱلظَّآنِّينَ بِٱللَّهِ ظَنَّ ٱلسَّوۡءِۚ عَلَيۡهِمۡ دَآئِرَةُ ٱلسَّوۡءِۖ وَغَضِبَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمۡ وَلَعَنَهُمۡ وَأَعَدَّ لَهُمۡ جَهَنَّمَۖ وَسَآءَتۡ مَصِيرٗا

Dia mengazab kaum munafik laki maupun perempuan, juga kaum musyrik laki maupun perempuan, yang berprasangka buruk kepada Allah. Mereka akan mendapat giliran (azab) yang buruk dan Allah murka kepada mereka dan mengutuk mereka serta menyediakan neraka Jahanam bagi mereka. Dan (neraka Jahanam) itu seburuk-buruk tempat kembali. (QS. Al-Fath : 6)

Imam Ibnul Qayyim rahimahullah sampai menyimpulkan,

أعظم الذنوب عند الله إساءة الظن به

Dosa terbesar di sisi Allah adalah, berprasangka buruk kepadaNya. (Ad-Daa’ wad Dawaa’, hal. 318)

Baca juga : Shalat Istisqo, Tak Turun Hujan?

Shalat Istisqo, Tak Turun Hujan?

Maka hendaklah kita bertakwa kepada Allah dalam berucap. Karena akibat buruk dari ucapan amat menyesalkan dan menyesakkan. Nabi Shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan,

إِنَّ العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مِمَّا بَيْنَ المَشْرِقِ

Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat. (HR. Bukhari dan Muslim)

Mari kita tiru diantara seorang yang paling jujur menghamba kepada Allah. Beliau teladan dalam berdoa dan bertawakkal kepada Allah, sahabat yang mulia; Umar bin Khattab radhiyallahu’anhu, beliau pernah berpesan,

أنا لا أحمل همَّ الإجابة ولكن أحمل همَّ الدعاء، فإذا ألهمت الدعاء فإن معه الإجابة

“Dalam berdoa, aku tidaklah fokus pada urusan dikabulkannya doa. Yang aku fokusi adalah hasrat untuk selalu berdoa. Jika aku diilhamkan untuk berdoa, maka pengkabulan akan menyertainya”.

Teruslah berdoa, dengan memperhatikan adab dan sebab mustajabnya doa, tanpa kenal bosan dan lelah insyaallah akan terkabul. Di samping doa itu sendiri adalah ibadah, sumber pahala.

Semoga Allah memberi hidayah kepada seluruh kaum muslimin.

Wallahua’lam bis showab.

***

Dijawab oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk AndroidDownload Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
  • KONFIRMASI DONASI hubungi: 087-738-394-989

🔍 Puasa Hari Sabtu, Tingkatan Nafsu Dalam Islam, Gambar Tulisan Alquran, Kehebatan Nabi Khidir, Keistimewaan Orang Yang Berkurban, Ukuran Jilbab Syar'i

QRIS donasi Yufid