Pertanyaan:
Apa hukum berwudhu ketika hendak tidur setelah melakukan hubungan badan? Bolehkah diganti dengan tayammum?
Jawaban:
Berwudhu ketika hendak tidur setelah melakukan hubungan badan, hukumnya sunah muakkad (sunah yang ditekankan). Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah beberapa hadis berikut:
Pertama: Hadis dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak makan atau tidur, sementara beliau sedang junub, maka beliau mencuci farji-nya dan berwudhu sebagaimana wudhu ketika shalat. (HR. Bukhari dan Muslim)
Kedua: Riwayat dari Ibnu Umar, bahwa Umar bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, apakah seseorang boleh tidur dalam keadaan junub?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya, boleh, apabila dia berwudhu.” Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Ya boleh, dan dia berwudhu dahulu jika mau.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu ‘Awanah)
Ketiga: Hadis dari Ammar bin Yasir radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada tiga hal yang tidak didekati malaikat: bangkai orang kafir, laki-laki yang melumuri dirinya dengan parfum wanita, dan orang junub sampai dia berwudhu.” (HR. Abu Daud; dinilai sahih oleh Al-Albani)
Setelah menyebutkan beberapa hadis di atas, Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani mengatakan, “Hadis di atas menunjukkan tidak wajibnya berwudhu untuk orang junub, dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.”
Adapun pertanyaan kedua tentang bolehkah wudhu tersebut diganti dengan tayammum, maka jawabannya: boleh, namun kadang-kadang saja dan tidak dijadikan kebiasaan. Hal ini berdasarkan riwayat dari Aisyah radhiallahu ‘anha, bahwa ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam junub kemudian beliau hendak tidur, beliau berwudhu atau ber-tayammum. Demikian pula keterangan dari Aisyah tentang orang yang junub di waktu malam dan dia hendak tidur, Aisyah mengatakan, “Berwudhu atau ber-tayammum.” Keterangan ini diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam Mushannaf dan sanad-nya dinilai sahih oleh Al-Albani sebagai perkataan Aisyah.
Disarikan dari Al-Ikhtiyarat Al-Fiqhiyah lil Imam Al-Albani, hlm. 341–342, Dar Al-Ghad Al-Jadid, Mesir, 1427 H.
Dengan pengeditan oleh redaksi www.KonsultasiSyariah.com
🔍 Keluar Mani Sengaja Saat Puasa Apakah Harus Mandi Wajib, Berhubungan Intim Setelah Operasi Caesar Menurut Agama Islam, Menikah Dengan Wanita Yang Lebih Tua, Apa Itu Talak 3, Doa Orang Tua Terhadap Anak, Doa Menghilangkan Jerawat Menurut Islam