Adab, WANITA

Bolehkah Wanita Menginap di Luar Rumah?

Bolehkah Wanita Menginap di Luar Rumah?

Pertanyaan:

Saya memiliki teman dekat seorang akhwat, beliau tidak memiliki sanak saudara di Bandung ini selain om dan tantenya namun tidak di rumah yang sama. Beliau tinggal bersama neneknya dan qodarullah neneknya harus masuk rumah sakit. Lalu beliau mendapatkan jadwal menjaga neneknya di pagi hari hingga siang hari. Bergantian dengan tante dan omnya yang berada di Bandung. Sehingga beliau meminta bantuan saya untuk menemaninya di rumahnya pada malam hari untuk menginap. Jadi, kemungkinan sore hari ana datang lalu menginap dan pagi hari ana pulang. Ayah ana ragu membolehkan karena khawatir. Bila beliau membolehkan, beliau mendapatkan dosa karena membiarkan ana sebagai anak perempuannya menginap di luar rumah hanya berdua dengan akhwat lainnya. Ayah ana juga mengajukan saran agar kiranya teman ana yang menginap di rumah ana. Namun karena satu dan lain hal, teman ana juga tidak bisa. Kemudian akhirnya Ayah ana mempertanyakan dalil atau pernyataan Ustadz yang kiranya membolehkan hal tersebut Ustadz. Apakah ana sebagai akhwat yang belum menikah, diperbolehkan untuk membantu teman ana yang seperti ini kah Ustadz?

Jawaban:

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala asyrafil anbiya wal mursalin, nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.

Pertanyaan di atas secara umum mengandung dua pembahasan, yaitu tentang hukum keluar rumah bagi wanita dan tentang hukum wanita menginap di luar rumah.

Hukum keluar rumah bagi wanita

Pada asalnya tempat yang terbaik bagi wanita adalah di rumahnya, dan ia tidak keluar kecuali ada kebutuhan. Allah ta’ala berfirman,

وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنَّ

“Dan tinggallah kalian (para wanita) di rumah-rumah kalian” (QS. al-Ahzab [33]: 33)

Namun para ulama mengatakan bahwa dahulu para wanita di zaman Nabi pun keluar rumah untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka. Sehingga wanita boleh keluar rumah selama memenuhi syarat-syarat berikut. 

  1. Ada hajat (kebutuhan)

Ibnu Katsir rahimahullah ketika menjelaskan ayat di atas beliau mengatakan, “Ayat ini menunjukkan bahwa wanita tidak boleh keluar rumah kecuali ada kebutuhan” (Tafsir al-Quran al-Azhim, 6/408).

Dan perlu diketahui hajat atau al-hajah adalah perkara yang jika tidak dipenuhi maka akan menimbulkan masyaqqah (kesulitan). Berbeda dengan darurat atau adh-dharurah, ia adalah perkara yang jika tidak dipenuhi akan menimbulkan madharrah (bahaya). Perkara yang membolehkan wanita untuk keluar tidak harus berupa perkara darurat, namun sudah cukup perkara yang merupakan hajat. Adapun wanita yang keluar rumah tanpa hajat, maka ia tercela berdasarkan ayat di atas.

  1. Menutup aurat ketika keluar rumah dengan menggunakan hijab syar’i

Wanita yang keluar rumah wajib menutup auratnya dan menggunakan hijab yang syar’i. Karena di luar rumah ia akan bertemu dengan lelaki ajnabi (nonmahram). Allah ta’ala berfirman:

يَآأَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلاَبِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلاَ يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Hai Nabi katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. al-Ahzab: 59).

Allah ta’ala juga berfirman:

وَلَا تَبَرَّجْنَ تَبَرُّجَ الْجَاهِلِيَّةِ الْأُولَى

”dan janganlah kalian bertabarruj (menampakkan aurat) dan seperti tabarruj orang-orang Jahiliyah yang dahulu…” (QS. al-Ahzab: 33).

Dan kewajiban untuk menutup aurat dan berhijab adalah ketika seorang wanita terlihat oleh lelaki ajnabi, baik di luar rumah maupun di dalam rumah. Selama di sana ada lelaki ajnabi, maka wajib menutup aurat dan menggunakan hijab syar’i. Az-Zarqaani berkata,

وعورة الحرة مع رجل أجنبي مسلم غير الوجه والكفين من جميع جسدها

“Aurat wanita di depan lelaki muslim ajnabi adalah seluruh tubuh selain wajah dan telapak tangan” (Syarh Mukhtashar Khalil, 176).

  1. Telah diizinkan oleh suami atau oleh wali

Ulama 4 mazhab sepakat bahwa wanita yang keluar rumah wajib meminta izin kepada suaminya atau kepada ayahnya jika ia belum menikah. Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:

لا تَمْنَعُوا نِسَاءَكُمْ الْمَسَاجِدَ إِذَا اسْتَأْذَنَّكُمْ إِلَيْهَا

“Jangan kalian larang istri-istri kalian untuk pergi ke masjid, jika mereka telah meminta izin kepada kalian” (HR. Muslim no. 442).

Ketika keluar menuju masjid saja diwajibkan untuk meminta izin terlebih dahulu, maka apalagi keluar untuk ke pasar, ke taman, ke rumah teman, dan semisalnya.

Dalam al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (19/107) disebutkan,

الأصل أن النساء مأمورات بلزوم البيت ، منهيات عن الخروج … فلا يجوز لها الخروج إلا بإذنه – يعني الزوج

“Hukum asalnya wanita diperintahkan untuk tinggal di rumahnya dan terlarang untuk keluar dari rumahnya … maka tidak boleh bagi mereka untuk keluar kecuali atas izin dari suaminya”.

  1. Tidak berdandan dan tidak memakai wewangian

Jika wanita keluar rumah, ia tidak boleh dalam keadaan berdandan dan tidak boleh menggunakan wewangian yang tercium oleh lelaki nonmahram, walaupun ia berhijab syar’i. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

لا تَمنَعوا إماءَ اللهِ مساجِدَ اللهِ، ولكنْ لِيَخرُجَنَّ وهُنَّ تَفِلاتٌ

“Janganlah kalian melarang para wanita yang hendak pergi ke masjid. Dan jika mereka keluar, hendaknya mereka tidak berdandan” (HR. Abu Daud no.565, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Abu Daud).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda:

إذا شهِدتْ إحداكن المسجدَ فلا تمسَّ طِيبًا

“Jika salah seorang dari kalian (wanita) datang ke masjid, maka janganlah menggunakan pewangi” (HR. Muslim no. 443).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam juga bersabda:

أيُّما امرأةٍ أصابت بَخورًا، فلا تشهَدْ معنا العِشاءَ الآخرةَ

“Wanita manapun yang terkena bakhur (asap untuk wewangian) maka jangan mendatangi shalat Isya bersama kami di masjid” (HR. Muslim no. 444).

  1. Menjauhkan diri dari hal-hal yang menimbulkan fitnah (godaan) dan bahaya

Wanita yang keluar rumah wajib menjauhkan diri dari bercampur baur dengan lelaki nonmahram, bersalaman dengan lelaki nonmahram, dan semisalnya yang akan menimbulkan fitnah (godaan) dan kerusakan. Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

ما تَركتُ بَعدي فِتنَةً أضرَّ على الرجالِ منَ النساءِ

“Tidaklah ada sepeninggalku fitnah (cobaan) yang paling berbahaya bagi lelaki selain fitnah (cobaan) terhadap wanita” (HR. al-Bukhari no. 5096, Muslim no. 2740).

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

المرأة عورة ، فإذا خرجت استشرفها الشيطان

“Wanita adalah aurat. Jika ia keluar, setan memperindahnya” (HR. at-Tirmidzi no. 1173, dishahihkan al-Albani dalam Shahih at-Tirmidzi).

Al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ mengatakan:

إذا أرادت المرأة أن تخرج من البيت فإنها لا تخرج إلا بإذن زوجها أو محرمها، وتخرج متبذلة، فتتجنب لباس الزينة والطيب، وغير ذلك من الأمور، التي تجعل الرجال يتعلقون بها، وتكون متحجبة

“Jika seorang wanita ingin keluar dari rumahnya, maka ia tidak boleh keluar kecuali atas izin suaminya atau mahramnya. Dan ia keluar dalam keadaan tidak berdandan, dengan tidak menggunakan perhiasan dan minyak wangi, dan perkara-perkara lainnya yang bisa membuat lelaki tertarik padanya. Dan ia juga wajib dalam keadaan berhijab.” (Fatawa al-Lajnah ad-Daimah, no. 4302, juz 17, hal. 111).

Hukum wanita menginap di luar rumahnya tanpa safar

Pada asalnya boleh bagi seorang wanita menginap di luar rumahnya tanpa dibersamai mahram jika bukan termasuk perjalanan safar. Karena yang wajib dibersamai mahram adalah perjalanan safar. Kebolehan ini dengan catatan ia telah memenuhi syarat-syarat bolehnya wanita keluar dari rumahnya sebagaimana telah disebutkan di atas. Dan ditambah syarat lainnya, yaitu tempat ia menginap haruslah tempat yang aman dari bahaya.

Syaikh Abdul Aziz bin Baz menjelaskan:

لا حرج في ذلك إذا لم يكن في ذلك خطر، أما إذا كان هناك خطر بأن زوج أختك متهم، أو تخشين منه الشر؛ فلا تبيتي عندهم، ولا تجلسي عندهم، أما إذا كان المحل آمنًا؛ فلا حرج أن تبيتي في بيت أختك، في غرفة وحدك بلا خلوة

“Tidak mengapa seorang wanita menginap di rumah saudari wanitanya selama tidak ada bahaya. Adapun jika ada bahaya, semisal suami dari saudarinya tersebut adalah lelaki yang dikenal dengan keburukan, atau wanita ini khawatir akan bahaya dari sisi lelaki tersebut, maka tidak boleh menginap di sana dan tidak boleh bermajelis bersama mereka. Adapun jika tempatnya aman, maka tidak mengapa menginap di rumah saudarinya tersebut. Yaitu ia menginap di kamar khusus, dan tidak ada khulwah di sana” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi no.15114).

Adapun hadis dari Ummu Darda’ radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:

وَالذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنِ امْرَأَةٍ تَضَعُ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ أَحَدٍ مِنْ أُمَّهَاتِهَا إِلاَّ وَهِيَ هَاتِكَةٌ كُلَّ سِتْرٍ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الرَّحْمَنِ

“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, wanita mana saja yang melepaskan pakaiannya di selain rumah ibunya, maka ia telah merobek hijab antara dirinya dengan ar-Rahman” (HR. Ahmad [6/361], dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah [7/1308]).

Dalam riwayat lain:

أَيُّمَا امْرَأَةٍ وَضَعَتْ ثِيَابَهَا فِي غَيْرِ بَيْتِ زَوْجِهَا

“… wanita mana saja yang melepaskan pakaiannya di selain rumah suaminya …” (HR. Abu Daud no.4010).

Hadis ini tidak melarang wanita menginap di luar rumahnya, namun melarang membuka aurat ketika di luar rumah. Al-Munawi rahimahullah menjelaskan hadis ini:

 … وضعت ثيابها في غير بيت زوجها كناية عن تكشفها للأجانب ، وعدم تسترها منهم ,فقد هتكت ستر ما بينها وبين الله عز وجل لأنه تعالى أنزل لباسا ليوارين به سوأتهن ، وهو لباس التقوى 

“[melepaskan pakaiannya di selain rumah suaminya] ini adalah kiasan yang maksudnya adalah menampakkan aurat di depan lelaki ajnabi (nonmahram), dan tidak berusaha menutup aurat di depan mereka. [maka ia telah merobek hijab antara dirinya dengan Allah azza wa jalla] karena Allah ta’ala telah menurunkan (menciptakan) pakaian untuk menutup aurat. Maka pakaian yang dirobek di sini maksudnya adalah pakaian ketakwaan” (Faidhul Qadir, 3/176).

Sehingga hadis ini tidak melarang seorang wanita menginap di luar rumah selama ia memenuhi syarat-syaratnya, di antaranya senantiasa berkomitmen untuk hijab syar’i dan tidak membuka aurat di depan lelaki nonmahram.

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

***

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • REKENING DONASI:

BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
Kode BSI: 451

🔍 Perbedaan Air Mani Dan Keputihan, Kepiting Haram, Pengertian Bid'ah, Bacaan Hadiah Al Fatihah, Hukum Meninggalkan Shalat Subuh, Doa Di Sujud Terakhir

QRIS donasi Yufid