Terorisme artinya menebarkan teror dan ketakutan di tengah masyarakat, dalam hal ini masyarakat kita yang mayoritas muslim, jelas hal ini tercela dan terlarang dalam Islam. Karena syariat Islam itu datang untuk memberikan maslahah (kemanfaatan) dan mencegah mafsadah (kerusakan). Selain itu, di antara tujuan-tujuan dari syariat dalam Islam adalah menjaga agama, jiwa, akal, nasab, harta, dan kehormatan. Sedangkan terorisme jelas-jelas menimbulkan banyak kerusakan, hilangnya rasa aman, serta hilang harta, dan nyawa kaum muslimin.
Allah ta’ala berfirman:
إِنَّمَا جَزَاءُ الَّذِينَ يُحَارِبُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَيَسْعَوْنَ فِي الْأَرْضِ فَسَادًا أَنْ يُقَتَّلُوا أَوْ يُصَلَّبُوا أَوْ تُقَطَّعَ أَيْدِيهِمْ وَأَرْجُلُهُمْ مِنْ خِلَافٍ أَوْ يُنْفَوْا مِنَ الْأَرْضِ ۚ ذَٰلِكَ لَهُمْ خِزْيٌ فِي الدُّنْيَا ۖ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (QS. al-Maidah: 33)
Ayat ini berbicara tentang terorisme. Dalam Tafsir Jalalain dijelaskan tentang ayat ini: “Huruf أَوْ (atau) di sini berfungsi untuk menunjukkan urutan. (Teroris) yang hanya membunuh, hukumannya adalah dibunuh. (Teroris) yang membunuh dan merampas harta hukumannya dibunuh lalu disalib. (Teroris) yang hanya merampas harta dan tidak membunuh, hukumannya potong tangan. Dan (teroris) yang hanya membuat teror (tidak membunuh dan merampas harta) hukumannya diasingkan dari negerinya.”
Syaikh Abdurrahman as-Sa’di dalam Minhajus Salikin menjelaskan ayat ini: “Yang dimaksud ayat ini adalah orang-orang yang mengganggu masyarakat dengan perampokan, perampasan, atau pembunuhan. Bila mereka membunuh dan merampas harta, hukumannya dibunuh dan disalib. Bila mereka hanya membunuh, diputuskan hukuman mati. Bila mereka hanya merampas harta, hukumannya dipotong tangan kanan dan kaki kiri. Bila mereka hanya membuat teror, hukumannya diasingkan dari negerinya.”
Selain itu, jika kita telisik, sejatinya banyak sekali ajaran syariat yang dilanggar oleh seorang teroris di tengah masyarakat Islam. Antara lain:
Pertama, jelas mereka telah melanggar hadis dari Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لا ضررَ ولا ضرارَ
“Janganlah kalian membahayakan dan saling merugikan” (HR. Ibnu Majah no.1910, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Kedua, mereka juga menyebabkan hilangnya banyak nyawa kaum muslimin. Padahal hadis dari Abdullah bin ‘ِAmr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
لزوالُ الدُّنيا أَهْوَنُ عندَ اللَّهِ مِن قتلِ رَجُلٍ مُسلمٍ
“Hancurnya dunia lebih ringan di sisi Allah dibandingkan dengan terbunuhnya seorang muslim.” (HR. at-Tirmidzi 1395, an-Nasa’i no.3998, dishahihkan al-Albani dalam Shahih an-Nasa’i)
Ketiga, kaum Muslimin yang tidak menjadi korban pun merasa takut dan terteror dengan adanya aksi-aksi mereka. Padahal bukan muslim dan mukmin sejati, jika ia membuat kaum muslimin merasa tidak aman dan tidak tenang. Dari Fadhalah bin Ubaid radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
وَالْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ النَّاسُ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ
“Seorang Muslim yang sejati adalah orang yang manusia yang lain selamat dari gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Ahmad 11/137, dishahihkan al-Albani dalam Silsilah ash-Shahihah no.549)
Keempat, cabang iman yang terendah adalah mencegah kemudaratan terhadap muslim yang lain, walaupun berupa gangguan di tengah jalan. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
الإِيمانُ بضْعٌ وسَبْعُونَ، أوْ بضْعٌ وسِتُّونَ، شُعْبَةً، فأفْضَلُها قَوْلُ لا إلَهَ إلَّا اللَّهُ، وأَدْناها إماطَةُ الأذَى عَنِ الطَّرِيقِ، والْحَياءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإيمانِ
“Iman itu ada enam puluh sekian cabang. Yang tertinggi adalah kalimat laa ilaaha illallah. Yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.” (HR. Muslim no. 35)
Lalu bagaimana mungkin seorang yang mengaku beriman malah menaruh bom di jalan dan di tempat-tempat yang terdapat banyak orang?
Kelima, mereka telah melanggar larangan mengganggu orang kafir mu’ahad dan orang kafir musta’man. Kafir mu’ahad adalah yang sedang memiliki perjanjian dengan kaum muslimin untuk tidak saling menyerang. Sementara kafir musta’man adalah yang masuk ke negeri muslim lalu dijamin keamanannya oleh penguasa Muslim. Dari Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda:
من قتل مُعاهَدًا لم يَرَحْ رائحةَ الجنَّةِ ، وإنَّ ريحَها توجدُ من مسيرةِ أربعين عامًا
“Barang siapa yang membunuh orang kafir mu’ahad, ia tidak akan mencium wangi surga. Padahal wanginya tercium dari jarak 40 tahun.” (HR. Bukhari no. 3166)
Jadi syariat Islam mengatur ada orang kafir yang wajib diperangi dan ada yang terlarang untuk diperangi.
Keenam, jihad adalah ibadah yang agung. Oleh karena itu, yang namanya ibadah harus dilakukan sesuai tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jihad yang tidak sesuai dengan tuntunan, maka sejatinya bukanlah jihad yang syar’i. Sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman radhiyallahu ’anhu pernah berkata kepada Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu,
أرأيت رجلا خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فقتل أيدخل الجنة؟ فقال أبو موسى: نعم. فقال له حذيفة: لا. إن خرج يضرب بسيفه يبتغي وجه الله فأصاب أمر الله فقتل دخل الجنة
“Apakah menurutmu orang yang keluar dengan pedangnya untuk berperang dengan mengharap ridha Allah, lalu terbunuh, ia akan masuk surga?” Abu Musa menjawab, ‘Ya’. Hudzaifah lalu berkata kepadanya, ‘Tidak demikian. Jika ia keluar lalu berperang dengan pedangnya dengan mengharap ridha Allah dan menaati aturan Allah, lalu terbunuh, barulah ia masuk surga‘.” (HR. Sa’id bin Manshur dalam Sunan-nya, sanadnya shahih)
Maka jihad yang syar’i itu ada aturan-aturannya. Dan salah satu tuntunan jihad adalah dilakukan bersama ulil amri (pemerintah). Disebutkan dalam matan al-Aqidah ath-Thahawiyah karya Imam ath-Thahawi,
والحج والجهاد ماضيان مع أولي الأمر من المسلمين: برهم وفاجرهم
“Haji dan jihad itu terus ada (sampai hari kiamat). Dilakukan bersama ulil amri kaum Muslimin, baik mereka orang shalih maupun orang fajir (ahli maksiat).”
Sedangkan apa yang dilakukan oleh para teroris yang berkedok jihad, jauh sekali dari amalan jihad yang dituntunkan oleh Islam.
Dengan demikian, jelaslah bahwasanya Islam melarang terorisme dan terorisme yang dilakukan sebagian orang dengan kedok jihad itu jauh sekali dari tuntunan Islam dan Islam berlepas diri dari mereka.
Semoga Allah ta’ala memberi taufik.
***
Ditulis oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
REKENING DONASI:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)
🔍 Hukum Kredit, Pikiran Kacau Dalam Islam, Arti Mimpi Memakai Mukena, Doa Saat Terdesak Hutang, Doa Memikat Hati Perempuan, Dosa Mengganggu Istri Orang