Pertanyaan:
Dalam Islam, bagi seorang suami, mana yang lebih didahulukan? Ibunya atau istrinya?
Jawaban:
Alhamdulillahi hamdan katsiran thayyiban mubarakan fihi, ash-shalatu wassalamu ‘ala alihi wa shahbihi.
Menggabungkan Dua Perkara Lebih Utama
Pertama, menggabungkan dua perkara yang baik itu lebih utama daripada menguatkan salah satu saja. Syaikh Muhammad bin Husain Al-Jizani menjelaskan:
لا يُصار إلى الترجيح بين الأدلة المتعارضة إلا بعد محاولة الجمع بينها، فإن الجمع مقدم على الترجيح، فإن أمكن الجمع وزال التعارض امتنع الترجيح
“Tidak boleh melakukan tarjih (memilih salah satu) antara dalil-dalil yang nampak bertentangan, kecuali setelah mencoba untuk mengkompromikan keduanya. Karena mengkompromikan dua dalil itu lebih didahulukan daripada tarjih. Jika masih memungkinkan untuk dikompromikan, maka tidak ada pertentangan dan tidak boleh memilih salah satu” (Ma’alim Ushulil Fiqhi inda Ahlissunnah wal Jama’ah, hal.274).
Dalam kasus di atas, dalil perintah berbakti kepada orang tua dengan dalil perintah berbuat baik kepada istri, nampak bertentangan. Maka yang lebih utama adalah mengkompromikan dua hal tersebut.
Oleh karena itu seorang suami berusaha untuk terus berbakti kepada ibunya dan juga berbuat baik kepada istrinya dan berusaha merekatkan hubungan baik antara keduanya. Ini yang ideal dan lebih utama.
Ibu Lebih Diutamakan daripada Istri
Kedua, secara mutlak dan secara umum bagi seorang suami, ibu lebih didahulukan daripada istri. Ini yang ditunjukkan oleh dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah. Karena ibu adalah orang tua, dan orang tua adalah orang paling berhak untuk diberikan bakti yang terbaik dari anaknya. Allah ta’ala berfirman:
وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua” (QS. An-Nisa: 36).
Allah ta’ala juga berfirman:
وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya” (QS. Al-Isra: 23).
Dalam ayat-ayat di atas Allah ta’ala menggandengkan perintah untuk bertauhid dengan perintah untuk berbakti kepada orang tua. Menunjukkan tingginya kedudukan berbakti kepada orang tua.
Bahkan durhaka kepada orang tua merupakan dosa besar. Dalam hadis dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أَكْبَرُ الكَبائِرِ: الإشْراكُ باللَّهِ، وعُقُوقُ الوالِدَيْنِ، وشَهادَةُ الزُّورِ، وشَهادَةُ الزُّورِ
“Dosa-dosa besar yang paling besar adalah: syirik kepada Allah, membunuh, durhaka kepada orang tua, dan perkataan dusta atau sumpah palsu” (HR. Al-Bukhari no.6919, Muslim no.88).
Dalam hadis dari Nafi’ bin Al-Harits Ats-Tsaqafi radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ألا أنبِّئُكم بأكبرِ الكبائرِ . ثلاثًا ، قالوا : بلَى يا رسولَ اللهِ ، قال : الإشراكُ باللهِ ، وعقوقُ الوالدينِ
“Maukah aku kabarkan kepada kalian mengenai dosa-dosa besar yang paling besar? Beliau bertanya ini 3x. Para sahabat mengatakan: tentu wahai Rasulullah. Nabi bersabda: syirik kepada Allah dan durhaka kepada orang tua” (HR. Bukhari no.2654, Muslim no.87).
Kemudian, terdapat banyak dalil yang menunjukkan bahwa ibu lebih ditekankan lagi untuk diberikan bakti yang terbaik.
Dari Mu’awiyah bin Haidah Al-Qusyairi radhiyallahu’ahu, beliau bertanya kepada Nabi:
يا رسولَ اللهِ ! مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ : قال : أُمَّكَ ، قُلْتُ : مَنْ أَبَرُّ ؟ قال : أباك ، ثُمَّ الأَقْرَبَ فَالأَقْرَبَ
“Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: ayahmu, lalu yang lebih dekat setelahnya dan setelahnya” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no.5, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad).
Dari Miqdam bin Ma’di Karib radhiyallahu’anhu, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ِإِنَّ اللَّهَ يوصيكم بأمَّهاتِكُم ثلاثًا، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بآبائِكُم، إنَّ اللَّهَ يوصيكم بالأقرَبِ فالأقرَبِ
“Sesungguhnya Allah berwasiat 3x kepada kalian untuk berbuat baik kepada ibu kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada ayah kalian, sesungguhnya Allah berwasiat kepada kalian untuk berbuat baik kepada kerabat yang paling dekat kemudian yang dekat” (HR. Ibnu Majah no.3661, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Ibnu Majah).
Dalam dua hadis ini Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menyebutkan bahwa ibu adalah orang yang paling berhak mendapatkan bakti yang terbaik, bahkan melebihi ayah. Bagaimana lagi dengan istri. Maka jelas ibu lebih diutamakan daripada istri.
Dari Atha bin Yassar, ia berkata:
عن ابنِ عبَّاسٍ أنَّهُ أتاهُ رجلٌ ، فقالَ : إنِّي خَطبتُ امرأةً فأبَت أن تنكِحَني ، وخطبَها غَيري فأحبَّت أن تنكِحَهُ ، فَغِرْتُ علَيها فقتَلتُها ، فَهَل لي مِن تَوبةٍ ؟ قالَ : أُمُّكَ حَيَّةٌ ؟ قالَ : لا ، قالَ : تُب إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ ، وتقَرَّب إليهِ ما استَطعتَ ، فذَهَبتُ فسألتُ ابنَ عبَّاسٍ : لمَ سألتَهُ عن حياةِ أُمِّهِ ؟ فقالَ : إنِّي لا أعلَمُ عملًا أقرَبَ إلى اللَّهِ عزَّ وجلَّ مِن برِّ الوالِدةِ
“Dari Ibnu ‘Abbas, ada seorang lelaki datang kepadanya, lalu berkata kepada Ibnu Abbas: saya pernah ingin melamar seorang wanita, namun ia enggan menikah dengan saya. Lalu ada orang lain yang melamarnya, lalu si wanita tersebut mau menikah dengannya. Saya pun cemburu dan membunuh sang wanita tersebut. Apakah saya masih bisa bertaubat? Ibnu Abbas menjawab: apakah ibumu masih hidup? Lelaki tadi menjawab: Tidak, sudah meninggal. Lalu Ibnu Abbas mengatakan: kalau begitu bertaubatlah kepada Allah dan dekatkanlah diri kepada-Nya sedekat-dekatnya. Lalu lelaki itu pergi. Aku (Atha’) bertanya kepada Ibnu Abbas: kenapa Anda bertanya kepadanya tentang ibunya masih hidup atau tidak? Ibnu Abbas menjawab: aku tidak tahu amalan yang paling bisa mendekatkan diri kepada Allah selain birrul walidain” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad no.4, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad).
Dalam atsar ini, Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma menganggap amalan yang paling besar yang dapat menghapus dosa sebesar dosa pembunuhan adalah berbakti kepada ibu. Ini menunjukkan bahwa ibu adalah yang paling berhak mendapatkan bakti yang terbaik.
Berdasarkan dalil-dalil di atas jelas bahwa ibu lebih diutamakan dari pada istri dalam bakti dan perbuatan baik.
Istri Lebih Diutamakan Dalam Hal Nafkah
Ketiga, hanya dalam satu perkara yang suami lebih wajib mendahulukan istrinya daripada ibunya. Yaitu dalam perkara nafkah. Karena suami wajib menafkahi istrinya, sedangkan ia tidak wajib menafkahi ibunya kecuali jika ibu dalam keadaan miskin.
Dari Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كفى بالمرءِ إثمًا أن يضَيِّعَ من يَقُوتُ
“Cukuplah seseorang dikatakan berdosa jika ia menyia-nyiakan orang yang menjadi tanggungannya” (HR. Abu Daud no.1692, Ibnu Hibban no.4240, dihasankan oleh Al-Albani dalam Shahih Abi Daud).
Dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhu, Nahi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ابْدَأْ بنَفْسِكَ فَتَصَدَّقْ عَلَيْهَا، فإنْ فَضَلَ شيءٌ فَلأَهْلِكَ، فإنْ فَضَلَ عن أَهْلِكَ شيءٌ فَلِذِي قَرَابَتِكَ، فإنْ فَضَلَ عن ذِي قَرَابَتِكَ شيءٌ فَهَكَذَا وَهَكَذَا
“Mulailah dari dirimu sendiri, berilah nafkah pada dirimu. Jika ada kelebihan, maka berilah nafkah pada keluargamu. Jika sudah menafkahi keluargamu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah kerabatmu. Jika sudah menafkahi kerabatmu dan masih ada kelebihan, maka nafkahilah yang terdekat dan seterusnya” (HR. Muslim no. 997).
Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
أربعةُ دنانيرَ : دينارٌ أعطيتَه مسكينًا ، دينارٌ أعطيتَه في رقبةٍ ، دينارٌ أنفقتَه في سبيلِ اللهِ ، و دينارٌ أنفقتَه على أهلِك ؛ أفضلُها الذي أنفقتَه على أهلِك
“Empat jenis dinar: dinar yang engkau berikan kepada orang miskin, dinar yang engkau berikan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dan dinar yang engkau infakkan untuk keluargamu, yang paling afdhal adalah yang engkau infakkan untuk keluargamu” (HR. Al-Bukhari dalam Adabul Mufrad 578, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Adabil Mufrad).
Dalil-dalil di atas menunjukkan bahwa istri wajib diberikan nafkah oleh suaminya.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid menjelaskan:
الأفضلية عند المسلم للأم لما جاء في الحديث أن رجلا قال للنبي صلى الله عليه وسلم : ” من أحق الناس بحسن صحابتي قال أمك قال ثم من قال أمك قال ثم من قال أمك … الحديث ” رواه البخاري (5514) ومسلم (4621) ، إلا أن الزوجة تقدم على الأم في شيء واحد وهو النفقة إذا كان الزوج لا يستطيع أن ينفق على زوجته وأمه معا
“Yang paling utama bagi seorang lelaki Muslim adalah mendahulukan ibunya. Berdasarkan hadis tentang seorang lelaki yang bertanya, “Wahai Rasulullah, siapa yang paling berhak aku perlakukan dengan baik? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu. Lalu siapa lagi? Nabi menjawab: Ibumu” (HR. Al-Bukhari no.5514, Muslim no.4612). Adapun istri, lebih didahulukan daripada ibu dalam satu masalah saja, yaitu masalah nafkah. Ini pun ketika sang suami tidak mampu untuk menafkahi keduanya secara sekaligus” (Fatawa Islam Sual wa Jawab, no.6293).
Dan jika sang suami memberikan pemberian kepada istrinya di luar dari nafkah yang wajib dengan jumlah yang lebih banyak daripada pemberian kepada ibunya karena melihat maslahat dan kebutuhan-kebutuhannya, maka ini tidak mengapa. Syaikh Abdul Aziz bin Baz mengatakan :
فإذا أعطى كل واحدة ما يناسبها فلا حرج في ذلك، ولو كان الذي أعطى الزوجة أكثر، أو أعلى؛ لأنه الذي يناسبها، والمرأة التي هي أمه يناسبها شيء آخر، فلا حرج في ذلك
“Jika seorang suami memberikan pemberian kepada salah satu saja (ibu saja atau istri saja) yang sesuai dengan kebutuhannya, maka tidak mengapa. Misalnya jika sang suami memberi pemberian kepada istrinya lebih banyak daripada pemberian kepada ibunya, karena memang itu sesuai dengan kebutuhan istrinya, sedangkan pemberian untuk ibunya ia berikan pemberian yang lain yang sesuai untuknya, maka ini tidak mengapa” (Fatawa Nurun ‘alad Darbi, no.286 soal ke-20).
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Washallallahu ’ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi wa sallam.
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
***
URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV
Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur.
Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
Kode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi)
PayPal: [email protected]
Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini:
إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ
Artinya:
“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)
Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah?
🔍 Konsultasi Syariah Com, Doa Selesai Membaca Al Quran, Beda Subhanallah Dan Masya Allah, Cara Merukiyah, Tempat Keluar Air Mani Wanita, Website Tanya Jawab Populer