FIKIH, Qurban

Arisan Qurban dan Silaturahmi Trah

Pertanyaan:

Assalamu alaikum warahmatullah wabarakatuh

Saya Rohman Abu Fathia ingin menanyakan dua hal:

1. Tentang Arisan Qurban. Di kampung saya beberapa orang karena keinginan yang kuat untuk berqurban tetapi kurang mampu maka diambil cara berpatungan (arisan) tiap bulan sebesar Rp 10.000,00 sebanyak 5 orang sehingga setahun terkumpul Rp 600.000,00 dan digunakan untuk Qurban (kambing) atas nama salah satu peserta arisan. Peserta lainnya menunggu giliran tahun berikutnya. Ada kesepakatan apabila yang sudah berqurban meninggal maka kewajibannya digantikan oleh ahli warisnya.

Bagaimana Pandangan Salaf terhadap cara Qurban seperti itu?

2. Pertanyaan yang pernah disampaikan pada rubrik ini yaitu pandangan salaf terhadap Silaturahmi Trah (silaturahmi keluarga berdasarkan keturunan, bagaimana hukumnya.

Fenomenanya:

  • Pada acara tersebut hanya yang punya pertalian darah yang diundang silaturahmi + beberapa tetangga, padahal dalam Islam semua muslim adalah saudara.
  • Tidak semua trah mengadakan silaturahmi.
  • Umumnya keluar biaya yang lumayan besar untuk hidangan makan.
  • Karena biaya besar untuk keluarga yang kurang mampu merupakan beban dan kadang memilih tidak ikut hadir.

Jawaban Ustadz:

Pertama, kalau gambaran arisan yang antum tanyakan tersebut seperti itu maka diperbolehkan, karena sudah menjadi kesepakatan bersama dari anggota arisan yaitu memberikan uangnya kepada yang mendapat giliran berkurban yang menjadi haknya, bukan atas nama anggota arisan yang ikut di dalamnya. Dan ia mendapat pahala ibadah kurban atas dirinya Insya Allah, kalau ia ikhlas. Berbeda dengan orang yang patungan (arisan) berkurban melebihi jumlah yang ditentukan di dalam syariat dan kurban atas nama bersama (Misal: orang yang berkurban 1 ekor sapi untuk 100 orang seperti yang sering terjadi di sekolah-sekolah -ed). Maka mereka tidak mendapat pahala ibadah kurban tersebut karena tidak sesuai dengan syariat, tetapi mereka hanya mendapat pahala sedekah.

Kedua, silaturahmi yang demikian tidak ada larangan, karena tujuannya adalah untuk mempererat hubungan kekeluargaan senasab, asalkan di dalamnya tidak ada kemungkaran, tidak menjadi beban/keberatan kepada anggota keluarga yang lain misalnya kalau tidak ikut acara tersebut akan dikucilkan/diputus hubungannya. Wallahu a’lam.

***

Penanya: Rohman Abu Fathia
Dijawab: Ust. Khairul Wazni, Lc.
(Pengajar Pondok Pesantren Islamic Centre Bin Baz)

Sumber: muslim.or.id

🔍 Hukum Rambut Rontok Saat Haid, Keutamaan Ibu Hamil, Kenapa Ayam Berkokok Di Malam Hari, Susui Suami, Shalat Lailatul Qodar, Ngantuk Gif

QRIS donasi Yufid