Memakai Pacar atau Hena
Assalamualaikum Sekarang ini banyak wanita yang memakai hena, baik di kuku maupun tangannya. Lalu bagaimana hukumnya? Padahal mungkin hena menghalangi meresapnya air ke kulit ketika berwudlu. Lalu apa yang boleh dipakai untuk menghias kuku?
UL
Jawaban:
Wa’alaikumus salam
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala rasulillah, amma ba’du,
Pertama, memakai pacar atau hena, termasuk perkara mubah. Karena tradisi semacam ini telah dikenal di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di antara dalilnya,
Hadis dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, beliau menceritakan,
Ada seorang wanita menjulurkan tangannya di balik tabir, menyerahkan sebuah surat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menahan tangan beliau sendiri (tidak mengambil suratnya). Hingga wanita itu bertanya,
”Ya Rasulullah, aku ulurkan tanganku untuk menyerahkan surat, mengapa anda tidak mengambilnya.”
Lalu beliau mengatakan, ”Sungguh aku tidak tahu, apakah ini tangan wanita ataukah laki-laki.”
”Ini tangan wanita.” jawab orang itu.
Lalu beliau bersabda,
لَوْ كُنْتِ امْرَأَةً لَغَيَّرْتِ أَظْفَارَكِ بِالْحِنَّاءِ
”Jika kamu seorang wanita, seharusnya kamu ubah kukumu dengan hena.” (HR. Nasai 5089, Abu Daud 4166 dan dihasankan al-Albani)
Hadis berikutnya dari Ibn Dhamrah bin Said, dari neneknya, dari seorang wanita di antara mereka. Wanita ini pernah melakukan shalat di dua arah kiblat (masjidil aqsa dan masjidil haram) di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau menceritakan, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menemuiku, lalu beliau berpesan,
اخْتَضِبِي، تَتْرُكُ إِحْدَاكُنَّ الْخِضَابَ حَتَّى تَكُونَ يَدُهَا كَيَدِ الرَّجُلِ
Pakailah pacar, di antara kalian ada yang tidak memakai pacar sehingga tangannya seperti tangan laki-laki.
Sejak saat itu, wanita itu tidak pernah meninggalkan memakai pacar, hingga wafat’.
Hanya saja, hadis ini dinilai dhaif oleh Syuaib al-Arnauth.
Al-Mula Ali Qori mengatakan,
أي يريد النبي تغييرها بالحناء إما لكونه أفضل أو لكونه المعتاد المتعارف
Maksudnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkeinginan untuk mengubah tangannya dengan hena. Bisa jadi karena itu lebih afdhal, atau karena itu kebiasaan yang makruf (di kalangan wanita).
Kedua, hena atau pacar tangan, termasuk perhiasan yang bisa menarik perhatian lawan jenis. Karena itu, para wanita yang memakai hena atau pacar di tangan, hendaknya menutupinya dan tidak ditampakkan kepada lelaki yang bukan mahram. Berdasarkan kandungan makna firman Allah,
وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ
Katakanlah kepada wanita yang beriman: “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan mereka harus menutupkan kain kudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka … (QS. An-Nur: 31)
Makna ’janganlah menampakkan perhiasannya’ semua yang menarik perhatian lawan jenis, termasuk tangannya yang diberi hena. Karena itu, yang lebih tepat, hena digunakan untuk berhias diri di depan suami.
Sementara yang belum menikah, sebaiknya tidak menggunakan pacar, terlebih jika itu ditampakkan sehingga mengundang perhatian orang.
Ketiga, terdapat riwayat bahwa Umar bin Khattab melarang membuat pola ukiran pacar di tangan atau memakai hena hanya di kuku.
Dari Abul Ala’ bin Abdillah bin Syikhir bahwa ada seorang wanita yang pernah mendengar ceramah Umar,
يا معشر النساء إذا اختضبتن فإياكن النقش والتطريف ولتخضب إحداكن يديها إلى هذا وأشار إلى موضع السوار
Wahai para wanita, gunakanlah pacar, namun hindari pola ukiran dan pacaran hanya di ujung kuku. Hendaknya kalian memakai pacar di tangannya sampai sini. Kemudian beliau berisyarat sampai ke tempat gelang. (HR. Abdurrazaq dalam Mushannaf).
Namun, Ibnu Hajar menjelaskan bahwa atsar (riwayat sahabat) ini tidaklah menunjukkan larangan memakai pacar di ujung kuku. Berdasarkan hadis dari ‘Aisyah di atas. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan wanita memakai hena di kuku.
Dan riwayat Umar dipahami sesuai konteks kejadian, bahwa ketika itu sedang ihram. Sehingga beliau menganjurkan agar wanita menutupi tangannya dengan hena. Jika hanya di ujung kuku atau pola ukiran, tidak bisa menutupi tangan.
Atau karena beliau khawatir, hena pola ukiran dan di ujung kuku akan menimbulkan fitnah, sementara ketika ihram para wanita tidak boleh memakai sarung tangan. (Talkhis al-Habir, 2/237).
Karena itu, sebatas ukiran dan memakai pacar di ujung kuku, tidak terlarang menurut sebagian ulama.
Keempat, apakah memakai hena menyebabkan wudhunya batal
Jawab, hena atau pacar yang meresap di balik kulit, tidak menutupi permukaan kulit, dan tidak menghalangi air untuk mengenai permukaan kulit. Hena semacam ini tidak menghalangi keabsahan wudhu.
Berbeda dengan cat, yang tidak bisa meresap ke dalam kulit, sehingga menutupi permukaan kulit. Ini bisa menghalangi air mengenai permukaan kulit.
Keterangan selengkapnya, bisa dipelajari di: Hukum Tinta Pemilu untuk Wudhu
Allahu a’lam.
Dijawab oleh: Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)
Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!
KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
- SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
- DONASI hubungi: 087 882 888 727
- Donasi dapat disalurkan ke rekening:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)
🔍 Tanya Jawab Tentang Zakat Dan Pajak, Pengertian Anak Yatim, Apa Hukum Dalam Islam Menjilat Kemaluan Istri, Cara Menghadapi Suami Marah, Doa Puasa Daud, Doa Ketika Anak Sedang Tidur