Sisa-sisa Perjalanan Aceh-Sinabung
Baru kali ini saya menyaksikan seorang ustadz yang benar-benar melayani ummat. Jauh meninggalkan keluarga, tidak menampakkan wajah capeknya dan semangatnya luar biasa. Saya tidak menyebut namanya untuk menjaga keikhlasan amal beliau.
Saya merasakan bagaimana perjalanan dari Langsa menuju Lhoksemawe yang ditempuh kurang lebih 6 jam perjalanan darat. Sesampainya disana kami putar-putar seharian meninjau lokasi barak hunian sementara pengungsi Rohingya. Karena ustadz ini mendapat laporan dari teman-teman Medan kalau didaerah Sinabung ada desa muslim terisolasi akibat banjir lahar dingin, maka ustadz yang sekaligus leader tim kami mempercepat tinjauannya di Lhoksemawe.
Hanya beberapa jam istirahat di Sub-Posko Peduli Muslim di Lhoksemawe kami terpaksa harus balik lagi ke Langsa hingga perjalanan sampai pukul 21.00
Ustadz bilang, “Kita jam 03:00 harus bangun, langsung menuju Medan, disana kita belanja keperluan-keperluan untuk warga Muslim di sekitar Sinabung, akibat kena banjir lahar dingin.”
Malam itu 6 kipas menyala menemani istirahat kami, karena Langsa suhunya panas sekali. Bahkan nyamuk-nyamuk begitu senang menggoda tidur kami :)
Sudah pukul 03:00 kami bangun mempersiapkan diri. Alhamdulillah ada 3 kawan Pekanbaru yg siap menemani perjalanan kami. Jadinya total yang berangkat dari Aceh ke Medan ada 6 orang.
Mobil kami menyisir gelapnya malam melewati kebun-kebun sawit, Sang ustadz yang juga menyopiri kami masih terlihat cerah dengan seringkali membuka obrolan agar tidak mengantuk.
Sesampainya di Medan, kamipun seharian belanja sembako berton-ton dan itupun diangkati sendiri. Bahkan sang ustadz harus rela berhujan-hujan mencari mic/toa yang jaraknya sangat jauh.
Qadarullah, akhirnya jadwal pembagian bantuanpun molor yg seharusnya paling lambat ba’da ashar, baru jam 19:00 kami bisa berangkat ke Sinabung. Padahal jarak tempuh membutuhkan paling cepat 3 jam.
Jalan tanjakan tinggi berkelok menjadi santapan perjalanan kami menuju Sinabung, kiri kanan gelap gulita yang disebaliknya adalah hutan dan jurang.
Benar saja, kurang-lebih jam 23:00 kami bisa mencapai tujuan, ternyata sudah banyak warga menanti kami dipertigaan perbatasan. Itupun kami terpaksa harus berhenti ke desa Mardinding yang menjadi target bantuan kami karena jembatan penghubung desa amblek diterjang banjir lahar dingin.
Mobil kami hanya bisa sampai disini (lihat gambar atas), akhirnya kami dan warga harus mengangkat satu persatu bantuan menyebrangi jembatan buatan dari papan kayu ini. Oh tidak sampai disitu, diseberang ujung desa sana ibu-ibu juga menanti kami untuk melakukan estafet membawa bantuan menuju Masjid. Ternyata jalan desa itu juga terbelah oleh batu-batu gunung yang menerjang desa mereka.
Alhamdulillah, bantuan kami bisa terkumpul di Masjid sekaligus semua warga muslim pukul 24:00.
Tampak raut wajah bahagia mereka melihat kami, ada sejuta harapan untuk membantu kesulitan-kesulitan kaum muslimin di desa Mardinding dan sekitarnya.
Tokoh muslim desa itu akhirnya berdiri melakukan muqadimah. Ditengah-tengah pembicaraannya kami lihat beliau menangis menceritakan kondisi masyarakat muslim yang minoritas ini. Beliau menceritakan; “Penduduk non-muslim sudah mendapatkan perhatian dari teman-temannya, sementara kami masih minim perhatian dari saudara-saudara kaum muslimin, kami sudah meminta bantuan ke ulama-ulama sekitar maupun pemerintah tapi mereka hanya bilang “bersabar-bersabar dan bersabar”. Kehadiran bapak-bapak disini kami sangat membantu kaum kamii. Kami tidak ingin terjadi pada hal-hal yang merusak agama kami disini..”
Setelah pembukaan dan perkenalan, mereka meminta ustadz untuk memberi tausyiah untuk menguatkan hati-hati kaum muslimin disana sekaligus simbolis penyerahan bantuan. Alhamdulillah menjelang selesai pemberian bantuan, kami sempatkan berdialog beberapa warga disini.
Sebagian warga menunjuk atas masjid, mereka menjelaskan kondisi Masjid Mardinding dan masjid desa sebelah. Belum lagi meminta dai yang mau membina masyarakat didaerah ini,
“Anak-anak sini jarang bisa baca Al-Quran, belajar iqra masih susah.” Kata salah seorang warga
“Kalau bisa ada pengiriman dai untuk membina kami disini…”tambahnya
Kemudian penulis sempat bertanya kepada tokoh disini, “Sejak kapan Islam masuk disini pak?”
“Kami baru mengenal islam tahun 60an, sebelumnya kami disini itu tidak punya agama dan animisme” Kata beliau seraya mengiringi kepulangan kami menyusuri aspal yg hancur diterjang lahar dingin.
Kami sampai lupa melihat jam ketika pulang, tapi yang jelas suhu disini semakin dingin dan didalam perjalanan kami tidak ada satupun mobil yang lewat kecuali kami.
Laporan: Minanurrohman
==========
Yufid Network bekerja sama dengan peduli muslim, membuka donasi untuk muslim Sinabung.
Donasi bisa dikirimkan melalui rekening,
BCA – 8610197257 a.n. Hendri Syahrial, SE
BRI – 023601003260531 a.n. Fajar Septiadi
Konfirmasi donasi ke no. 0878 8288 8727 (Fajar)
Format konfirmasi donasi,
Sinabung # Nama # Daerah Asal # Jumlah Donasi # Bank # Tanggal
Semoga donasi yang anda salurkan menjadi amal soleh yang bisa dipetik hasilnya pada hari kiamat dan Allah ganti dengan yang lebih baik. Amin
🔍 Nyi Roro Kidul Masuk Islam, Menelan Air Mani Menurut Islam, Ujian Para Nabi Dan Rasul, Pahala Berkurban Kambing, Shalat Sunat Sebelum Shalat Jumat, Pemotongan Ayam Kfc