Mari bersama untuk kehidupan kita kelak di akhirat.   BSI: 7086882242
a.n. Yayasan Yufid Network  

Seluruh dana untuk operasional produksi konten dakwah di Yufid: Yufid.TV, YufidEDU, Yufid Kids, website dakwah (KonsultasiSyariah.com, Yufid.com, KisahMuslim.com, Kajian.Net, KhotbahJumat.com, dll).

Yufid menerima zakat mal untuk operasional dakwah Yufid

FIKIH, Halal Haram, Kontemporer

Hadiah Riba dari Bank Syariah

Hadiah Riba dari Bank Syariah

Pertanyaan:

Bank mu*m*l*t menawarkan tabungan yg hadianya di awal.

Contoh mau ambil hadiah HP seharga 2 juta dengan cara nabung di bank.

ini lg marak di purbalingga tadz

Jadi setor pertama 12.080.000 langsung dapat hadiah HP samsung S8…trus tiap bulan nabung 11.000.000 setiap bulan ..x 24 =264.000.000. Total uang = 12.080.000 + 264.000.000 = 276.080.000.

Begitu tadz…sepertinya nabung tapi hadiah di awal….mohon jawaban hukum nya dari masalah tsb tadz.

Jawab:

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Izinkan kami menyimpulkan, inti dari kasus yang anda sampaikan adalah, bolehkah mendapatkan hadiah ketika kita menabung di bank?

Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita akan melihat lebih rinci, bagaimana status akad, nasabah yang menabung di bank, dengan melihat konsekuensinya.

Ketika kita menyerahkan uang ke bank dengan maksud menabung, di sana ada beberapa kemungkinan bentuk akad, dengan konsekuensi berbeda:

[1] Wadiah (titipan).

Konsekuensi dari posisinya sebagai wadiah, uang itu tidak boleh dimanfaatkan karena tidak pindah hak milik, dan harus dijaga oleh pihak yang dititipi dengan penjagaan normal. Jika bank menggunakan uang itu, berarti bank telah menyalahi amanah.

Rumus Wadiah = harus dijaga + tidak boleh dipakai

[2] Investasi (mudharabah).

Konsekuensi dari posisinya sebagai modal, uang itu tetap milik pemodal, yang boleh digunakan untuk penyertaan modal dalam usaha yang dijalankan oleh bank. Penerima tidak boleh menggunakan dana itu, kecuali untuk kepentingan bisnis yang disepakati. Dan investor berhak mendaapatkan bagi hasil sesuai kesepakatan. Namun dia juga harus menanggung resiko jika ada kerugian. Sehingga dana investasi tidak boleh dijamin, dalam arti bisa saja dana itu berkurang jika terjadi resiko kerugian.

Rumus mudharabah = boleh dipakai + tidak boleh dijamin

[3] Utang (Qardh).

Konsekuensi dari posisinya sebagai utang, uang itu telah pindah hak milik ke penerima. Hanya saja dia harus menjamin bahwa uang itu akan dikembalikan dalam bentuk yang sama ke pemilik, dan penerima dibenarkan menggunakan uang itu sesuai yang dia inginkan.

Rumus qardh = boleh dipakai + wajib dijamin

Realita di Bank

Pada saat nasabah menyerahkan uang tabungannya di bank, secara aturan, bank dibenarkan untuk menggunakan uang itu sekalipun tanpa meminta izin nasabah. Bahkan nasabah tidak boleh membatasi bank untuk menggunakan uang itu. Sehingga dengan kenyataan ini, uang yang diserahkan nasabah ke bank bukan wadiah. Jika tetap disebut wadiah, berarti bank menyalah gunakan amanah, sebagaimana keterangan di atas.

Dana dari nasabah juga dijamin oleh bank. Dalam arti, resiko apapun yang terjadi pada uang itu, akan diganti oleh bank. Bahkan dana ini dijamin oleh negara, tepatnya oleh LPS (lembaga penjamin simpanan). Berdasarkan kenyataan ini berarti dana tabungan di bank tidak bisa disebut sebagai modal mudharabah. Karena modal mudharabah tidak boleh dijamin. Berdasarkan hadis,

وَلاَ رِبْحَ مَا لَمْ يُضْمَنْ

“Tidak boleh ada keuntungan tanpa menanggung resiko kerugian.” (HR. Ahmad 6671, Nasa’i 4647 dan dishahihkan Syua’ib al-Arnauth).

Dalam hadis lain, dari A’isyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْخَرَاجُ بِالضَّمَانِ

“Hasil keuntungan itu sebagai ganti dari resiko yang dia tanggung.” (HR. Ahmad 24224, Nasai 4507, dan yang lainnya).

Sehingga akad yang paling tepat untuk kegiatan menabung di bank adalah utang. Dana itu dimanfaatkan oleh bank, dan bank siap menanggung resiko apapun terhadap uang nasabah. Karena itu, ketika nasabah menabung di bank, hakekatnya dia sedang memberi utang ke bank.

Di bank-bank Saudi, produk tabungan diistilahkan dengan al-Hisab al-Jari (Rekening giro). Dan secara status, sama persis seperti skema rekening bank di Indonesia. Dan para ulama memahami, al-Hisab al-Jari (Rekening giro) hakekatnya adalah utang.

Dalam juklak panduan perbank-kan syariah yang dikeluarkan AAOIFI (lembaga internasional standardisasi produk perbankan syariah) dalam Bab: Al-Qardh, dinyatakan,

حقيقة الحسابات الجارية أنها قروض؛ فتتملكها المؤسسة ويثبت مثلها في ذمتها

“Al-Hisabat Al-Jariyah (Rekening giro), hakikatnya adalah qardh, di mana Lembaga keuangan syariah memiliki dana yang disimpan dalam rekening giro dan menjamin dana tersebut dalam tanggungannya.” (al-Ma’ayir Asy-Syar’iyyah, hlm. 271)

Mengingat rekening tabungan yang ada di bank adalah utang maka hadiah yang diberikan bank statusnya hadiah karena utang. Dan itu termasuk riba yang terlarang. Karena dalam islam, kita tidak diizinkan untuk mendapat manfaat dari utang sedikitpun.

Al-Baihaqi menyebutkan riwayat pernyataan sahabat Fudhalah bin Ubaid radhiallahu ‘anhu,

كُلُّ قَـرضٍ جَرَّ مَنفَـعَـةً فَهُوَ رِباً

“Setiap piutang yang memberikan keuntungan, maka (keuntungan) itu adalah riba.” (Sunan as-Sughra, 4/353).

Al-Khalil mengatakan,

“وحرم هديته”، والمعنى أن من عليه الدين يحرم أن يهدي لصاحب الدين هدية ويحرم على صاحب الدين قبولها

Dalam Mkhtashar Khalil dinyatakkan, “Haram menerima hadiah dari debitor ke kreditor”

Maknanya, bahwa siapa yang memiliki utang ke orang lain (misal, ke si A), maka terlarang baginya memberikan hadiah kepada kreditor (si A), dan haram bagi si A untuk menerimanya. (Syarh Mukhtashar Khalil – al-Kharsyi, 16/301).

Keterangan lain, disampaikan Syaikhul Islam,

فنهى النبي صلى الله عليه وسلم المقرض عن قبول هدية المقترض قبل الوفاء، لأن المقصود بالهدية أن يؤخر الاقتضاء وإن كان لم يشترط ذلك

“Larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi orang yang menghutangi untuk menerima hadiah sebelum pelunasan, karena tujuan memberi hadiah adalah agar masa pelunasan bisa ditunda, meskipun dia tidak mempersyaratkan hal itu.” (al-Fatawa al-Kubro, 6/160).

Kita sangat memahami, bank memberikan hadiah semacam ini, sebagai bentuk terima kasih atas dana yang disetorkan nasabah kepadanya. Dengan demikian, HP dari bank atau merchandise lainnya, jika diberikan karena anda menjadi nasabah yang menabung di bank, tidak boleh diterima.

Demikian, Allahu a’lam.

Dijawab oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

KonsultasiSyariah.com didukung oleh Zahir Accounting Software Akuntansi Terbaik di Indonesia.

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • SPONSOR hubungi: 081 326 333 328
  • DONASI hubungi: 087 882 888 727
  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK

🔍 Apa Itu Qorin, Kenapa Anak Hasil Zina Kebanyakan Perempuan, Jualbeliburung, Tanda Tanda Orang Mau Meninggal Dalam Islam, Niat Berkurban Idul Adha, Gambar Gambar Kambing

Visited 56 times, 3 visit(s) today

QRIS donasi Yufid