Pertanyaan:
Bolehkah memainkan permainan ular tangga dan ludo? Syukron atas penjelasannya.
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash shalatu was salamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi was shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Permainan ular tangga dan permainan ludo keduanya termasuk permainan yang menggunakan dadu dan bersifat at-takhmin (untung-untungan). Menang-kalahnya seseorang dari permainan ini sangat bergantung pada angka yang keluar dari dadu yang ini tidak pasti dan bersifat at-takhmin (untung-untungan).
Permainan yang menggunakan dadu dan bersifat at-takhmin, disepakati ulama keharamannya jika digunakan sebagai taruhan. Berdasarkan hadits dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Siapa yang bermain an-nard (dadu), sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud no. 4938, dishahihkan al-Albani dalam Shahih Abu Daud).
Juga hadits Buraidah al-Aslami radhiyallahu’anhu, bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيرِ فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَده فِي لَحْم خِنْزِير وَدَمه
“Siapa yang bermain an-nardasyir (dadu), seakan-akan ia mencelupkan tangannya ke dalam daging dan darah babi” (HR. Muslim no. 2260).
Juga atsar dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhu:
أنَّه سُئل عن الشِّطْرَنْجِ فقال : هو شرٌّ من النَّرْدِ
“Beliau ditanya tentang permainan catur. Beliau menjawab: ia lebih buruk dari permainan dadu”
(HR. al-Baihaqi dalam al-Kubra [20934], ad-Dzahabi dalam al-Muhadzab [8/4224], dan beliau mengatakan: “sanadnya nazhif [bersih]”, juga dishahihkan oleh Ibnul Qayyim dalam al-Furusiyyah [313]).
Atsar ini menunjukkan bahwa permainan dadu dianggap sebagai keburukan, walaupun permainan catur lebih buruk darinya. Sebagaimana juga perkataan Imam Malik rahimahullah:
الشَّطْرَنْجُ مِنَ النَّرْدِ
“Catur termasuk dalam cakupan permainan dadu” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Kubra [20933]).
Darul Ifta’ Urduniyah menegaskan:
اتفق العلماء على حرمة الألعاب التي تعتمد على الحظ والتخمين إن كانت على مال وهو ما يسمى القمار
“Para ulama sepakat tentang haramnya semua bentuk permainan yang bergantung pada untung-untungan, jika ada harta yang dipertaruhkan. Dan ini disebut qimar (judi)” (Fatwa Darul Ifta’ Urduniyah, no.3434).
Adapun permainan yang menggunakan dadu jika tidak ada taruhan, para ulama berbeda pendapat. Jumhur ulama tetap mengharamkannya, sebagian ulama membolehkannya. An Nawawi rahimahullah mengatakan:
والجمهور في تحريم اللعب بالنرد، وقال أبو إسحاق المروزي من أصحابنا يكره ولا يحرم
“Jumhur ulama mengharamkan permainan yang menggunakan dadu. Abu Ishaq al-Maruzi mengatakan: sebagian ulama kami (Syafi’iyyah) ada yang menganggapnya makruh, tidak sampai haram” (Syarah Shahih Muslim, 15/15).
Ibnu Abdil Barr rahimahullah menjelaskan:
ولم يختلف العلماء أن القمار من الميسر المحرم، وأكثرهم على كراهة اللعب بالنرد على كل حال قماراً أو غير قمار؛ للخبر الوارد فيها، وما أعلم أحداً أرخص في اللعب بها، إلا ما جاء عن عبد الله بن مُغفل وعكرمة والشعبي وسعيد بن المسيب
“Tidak ada perbedaan pendapat di antara ulama bahwasanya qimar (permainan untung-untungan yang menggunakan taruhan) adalah judi yang diharamkan. Dan mayoritas ulama melarang memainkan dadu dalam keadaan apapun. Baik dengan taruhan atau tanpa taruhan. Karena terdapat hadits-hadits yang melarangnya. Dan saya tidak ketahui adanya ulama yang membolehkan memainkan dadu (tanpa taruhan) kecuali karena adanya riwayat dari Abdullah bin Mughaffal, Ikrimah, asy-Sya’bi, dan Sa’id bin Musayyab” (At-Tamhid, 13/180).
Al-Buhuti rahimahullah:
اللعب بالنرد لا يباح بحال ، أي لا بعوض ولا بغيره ، وبالعوض أشد حرمة
“Bermain dadu tidak dibolehkan dalam keadaan apapun. Baik dengan taruhan atau tanpa taruhan. Walaupun jika dengan taruhan lebih keras lagi pengharamannya” (Kasyful Qana‘, 4/48).
Yang rajih, wallahu a’lam, adalah pendapat jumhur ulama bahwa semua permainan yang menggunakan dadu hukumnya terlarang baik dengan taruhan ataupun tanpa taruhan. Karena dalil-dalil yang melarangnya bersifat umum tidak menyebutkan adanya taruhan. Sehingga ia hukumnya haram secara mutlak.
Permainan ular tangga, ludo, dan yang semisalnya yang bersifat untung-untungan walaupun tidak menggunakan uang taruhan, ia akan tetap mengajarkan mental berjudi dan untung-untungan yang akan merusak akhlak. Juga akan menimbulkan permusuhan dan perselisihan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa pendapat yang membolehkan permainan dadu tanpa taruhan adalah pendapat yang syadz (nyeleneh), beliau menuturkan:
اللعب بالنرد حرام باتفاق العلماء وإن لم يكن فيه عوض ، وإن كان فيه خلاف شاذ لا يلتفت إليه ، وقد قال صلى الله عليه وسلم : ( من لعب بالنرد فقد عصى الله ورسوله ) لأن النرد يصد عن ذكر الله وعن الصلاة ، ويوقع العداوة والبغضاء
“Permainan dadu hukumnya haram berdasarkan kesepakatan ulama, walaupun tanpa ada taruhan. Walaupun memang dalam masalah ini adalah khilaf yang syadz (nyeleneh), yang tidak perlu dilirik sama sekali. Dan Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda: “Siapa yang bermain dadu, sungguh ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya”. Karena permainan dadu itu memalingkan dari dzikir dan shalat, serta menimbulkan permusuhan dan kebencian” (Majmu’ al-Fatawa, 32/253).
Permainan ini juga akan melemahkan kemampuan berpikir anak-anak dan tidak bermanfaat bagi kesehatan fisik mereka. Syaikh Muhammad bin Shalih al-Munajjid mengatakan:
“Permainan as-sulam wa ats tsu’ban (ular tangga) adalah permainan yang populer di antara anak-anak. Ia adalah permainan yang bergantung pada dadu dan angka yang keluar darinya setelah dilemparkan. Ini adalah permainan yang tidak membutuhkan strategi dan kecerdasan pikiran. Juga tidak membutuhkan skill fisik apapun. Maka hendaknya tidak membiasakan anak-anak memainkan permainan seperti ini untuk waktu yang lama. Membiasakan anak-anak memainkan permainan seperti ini akan mengekang kreativitas anak dan akan melemahkan kemampuan fisiknya” (Fatawa Islam Sual wa Jawab, no.230603).
Bagaimana jika dadu diganti dengan alat lain?
Jika dadu diganti dengan alat lain seperti dadu digital, alat untuk memilih angka secara acak, kartu angka yang dipilih secara acak, dan semisalnya, maka hukumnya tetap sama. Karena tetap terdapat unsur at-takhmin (untung-untungan). Syariat tidak membedakan hal yang sama, dan tidak menyamakan dua hal yang berbeda. Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
فالشريعة لا تفرِّق بين متماثلين البتَّة ، ولا تسوِّي بين مختلفين ، ولا تحرِّم شيئاً لمفسدة ، وتبيح ما مفسدته مساوية لما حرَّمته ، ولا تبيح شيئاً لمصلحة ، وتحرِّم ما مصلحته مساوية لما أباحته البتة ، ولا يوجد فيما جاء به الرسول صلى الله عليه وسلم شيء من ذلك البتة
“Syariat tidak akan pernah membedakan antara dua hal yang serupa. Dan tidak akan menyamakan antara dua hal yang berbeda. Tidak akan mengharamkan sesuatu yang merusak, namun membolehkan sesuatu yang lain yang sifat merusaknya sama. Tidak membolehkan sesuatu yang maslahat namun mengharamkan sesuatu dengan maslahat yang sama. Tidak akan ada ajaran dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang demikian” (Bada’iul Fawaid, 3/663).
Wallahu a’lam. Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
REKENING DONASI:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)
🔍 Lambang Islam, Apakah Pajak Haram, Ayat Kursi Gambar, Bacaan Syahadat Nikah, Materi Tausiyah, Doa Dipermudahkan Jodoh