Pertanyaan:
Saya pengusaha kue dan roti. Bolehkah saya menerima pesanan kue untuk acara ulang tahun kelahiran atau ulang tahun pernikahan? Saya tahu bahwa ulang tahun tidak diperbolehkan. Namun bolehkah saya menerima pesanan kue untuk acara ulang tahun tapi saya tidak menyetujui acara tersebut?
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu wassalamu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in, amma ba’du.
Tidak diperbolehkan merayakan hari ulang tahun kelahiran atau ulang tahun pernikahan atau ulang tahun yang lain. Karena beberapa alasan berikut ini:
Pertama, ia termasuk menyerupai perbuatan orang-orang kafir. Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَن تَشَبَّهَ بقَوْمٍ فهو مِنهم
“Orang yang menyerupai suatu kaum, seolah ia bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Daud, 4031, dihasankan oleh Ibnu Hajar di Fathul Bari, 10/282, dishahihkan oleh Ahmad Syakir di ‘Umdatut Tafsir, 1/152).
Kedua, bertentangan dengan sifat orang beriman, yaitu tidak melihat, mengikuti, apalagi mengadakan perayaan-perayaan orang kafir. Allah ta’ala berfirman tentang sifat ‘ibadurrahman (hamba Allah yang beriman) :
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak melihat az-zuur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya” (QS. Al-Furqan: 72).
Ibnu Abbas radhiyallahu’anhu mengatakan: “Az-zuur adalah hari-hari perayaan kaum musyrikin” (Tafsir Al-Qurtubi).
Ketiga, merayakan ulang tahun sama saja membuat hari raya baru yang tidak ada tuntunannya dalam Islam. Tidak diperbolehkan membuat hari raya baru karena itu bentuk pengagungan kepada waktu tertentu, kecuali terdapat dalil yang menunjukannya. Sehingga para ulama memasukkan perayaan ulang tahun dalam kategori perbuatan bid’ah.
Perlu diketahui bahwa dalam Islam, hari yang dirayakan secara berulang disebut ‘Id, misalnya Idul Fitri, Idul Adha, juga hari Jumat merupakan hari Ied dalam Islam. Dan perlu diketahui juga bahwa setiap kaum memiliki Ied masing-masing. Maka Islam pun memiliki ‘Id sendiri. Dari Aisyah radhiyallahu’anha, Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ لِكُلِّ قَوْمٍ عِيدًا وهذا عِيدُنَا
“Setiap kaum memiliki ‘Id, dan hari ini (Idul Fitri) adalah ‘Id kita (kaum Muslimin)” (HR. Bukhari no.952, Muslim no.892).
‘Id milik kaum muslimin yang telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya hanya ada 3 saja, yaitu Idul Fitri, Idul Adha, juga hari Jumat. Nah, jika kita mengadakan hari perayaan baru yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka ‘Id milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut? Yang pasti bukan milik kaum muslimin.
Keempat, andaikan hari raya ulang tahun tidak terkait dengan akidah atau agama, maka tetap saja terlarang. Karena Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam melarang hari raya Nairuz dan Mahrajan di Madinah padahal isinya hanya main-main dan tidak ada kaitannya dengan akidah. Anas bin Malik radhiyallahu’anhu mengatakan:
قدم رسول الله صلى الله عليه وسلم المدينة ولهم يومان يلعبون فيهما فقال ما هذان اليومان قالوا كنا نلعب فيهما في الجاهلية فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم إن الله قد أبدلكم بهما خيرا منهما يوم الأضحى ويوم الفطر
“Di masa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam baru hijrah ke Madinah, warga Madinah memiliki dua hari raya yang biasanya di hari itu mereka bersenang-senang (yaitu Nairuz dan Mahrajan). Rasulullah bertanya: ‘Perayaan apakah yang dirayakan dalam dua hari ini?’. Warga Madinah menjawab: ‘Pada dua hari raya ini, dahulu di masa Jahiliyyah kami biasa merayakannya dengan bersenang-senang’. Maka Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda: ‘Sungguh Allah telah mengganti hari raya kalian dengan yang lebih baik, yaitu Idul Adha dan ‘Idul Fitri‘ ” (HR. Abu Daud, 1134, dihasankan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/119, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Abi Daud, 1134).
Para ulama dalam Al-Lajnah Daimah lil Buhuts wal Ifta’ menjelaskan,
عيد الميلاد ، أو الصيام لأجل عيد الميلاد : كل ذلك بدعة ، لا أصل له ، وإنما على المسلم أن يتقرب إلى الله بما افترضه عليه ، وبنوافل العبادات ، وأن يكون في جميع أحيانه شاكراً له ، وحامداً له ، على مرور الأيام والأعوام عليه وهو معافى في بدنه ، آمناً على نفسه ، وماله ، وولده
“Perayaan hari ulang tahun atau puasa karena ulang tahun, semua ini adalah kebid’ahan yang tidak ada asalnya. Seorang Muslim hendaknya banyak mendekatkan diri kepada Allah dengan menjalankan apa yang Allah wajibkan dan juga ibadah-ibadah sunnah, hendaknya bersyukur di setiap keadaan, banyak memuji Allah sepanjang hari dan sepanjang tahun atas rezeki berupa sehatnya badan, keamanan, harta dan anak yang ia miliki” (Fatawa Al-Lajnah, 2/260 – 261).
Syaikh Abdul Aziz Ar-Rajihi menjelaskan tentang perayaan ulang tahun dan semisalnya, “Ini perayaan yang batil, ini merupakan perbuatan bid’ah yang tidak ada asalnya dari syariat. Hari ulang tahun, hari ibu, hari pohon, hari Nairuz, semua ini adalah perilaku jahiliyyah. Dan juga merupakan kebiasaan kaum Yahudi dan Nasrani” (Fatawa Syaikh Ar-Rajihi, no.1461).
Menerima Pesanan Kue Ulang Tahun
Adapun masalah menerima pesanan kue, jika penjual atau produsen kue tidak tahu-menahu bahwa kue yang ia buat akan digunakan untuk acara ulang tahun. Maka tidak ada dosa baginya dan hasil penjualannya halal. Dari Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ اللَّهَ تجاوزَ لي عن أمَّتي الخطأَ والنِّسيانَ وما استُكرِهوا عليْهِ
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan umatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al–Muhalla, 4/4, di shahihkan Al-Albani dalam Shahih Ibni Majah).
Penjual tidak menanggung dosa sama sekali dan dosa dari perayaan ulang tahun yang dilakukan ditanggung oleh pembeli saja. Allah ta’ala berfirman:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
“Seseorang tidak menanggung dosa karena kesalahan orang lain.” (QS. Fathir: 18).
Adapun jika penjual mengetahui bahwa kue yang dipesan akan digunakan untuk acara ulang tahun dan semisalnya, maka tidak boleh baginya menerima pesanan tersebut. Demikian juga tidak diperbolehkan sengaja menjual kue untuk ulang tahun. Karena ini termasuk tolong menolong dalam perbuatan dosa.
Para ulama dalam Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhuts wal Ifta’ menjelaskan:
الهدايا بين الناس من الأمور التي تجلب المحبة والوئام ، وتسل من القلوب السخيمة والأحقاد ، وهي مرغب فيها شرعا ، وكان النبي صلى الله عليه وسلم يقبل الهدية ، ويثيب عليها ، وعلى ذلك جرى عمل المسلمين والحمد لله ، لكن إذا قارن الهدية سبب غير شرعي فإنها لا تجوز ، كالهدايا فى عاشوراء أو رجب ، أو بمناسبة أعياد الميلاد وغيرها من المبتدعات ؛ لأن فيها إعانة على الباطل ومشاركة في البدعة
“Hadiah kepada sesama manusia dalam rangka untuk mendapatkan cinta atau untuk membalas kebaikan, atau untuk menghilangkan kemarahan dan kebencian, maka ini perkara yang dituntut dalam syariat. Nabi Shalallahu alaihi wasallam biasanya menerima hadiah dan membalas hadiah. Dan ini yang biasanya dilakukan oleh kaum muslimin secara umum, walhamdulillah. Adapun jika suatu hadiah berkaitan dengan perkara yang bertentangan dengan syariat, maka tidak diperbolehkan. Seperti hadiah dalam rangka perayaan Asyura atau perayaan Rajab, atau perayaan hari ulang tahun, dan perayaan yang semisalnya maka tidak diperbolehkan. Karena termasuk tolong menolong dalam kebatilan dan termasuk ikut serta dalam kebid’ahan” (Fatawa Al-Lajnah, 16/176).
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid menjelaskan, “Tidak boleh membuat kue ulang tahun dan perayaan semisalnya. Karena termasuk tolong menolong dalam mengadakan perayaan tersebut. Sedangkan perayaan yang demikian tidak diperbolehkan dalam agama. Maka, tolong menolong untuk mengadakannya juga tidak diperbolehkan. Berdasarkan keumuman firman Allah ta’ala:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Dan tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan. Namun jangan tolong menolong dalam dosa dan permusuhan” (QS. Al-Maidah: 2)”
(Fatawa Islam Sual wa Jawab, no.175577).
Jika ia mengetahui terlarangnya mengadakan acara ulang tahun dan ia menerima pesanan kue ulang tahun dalam keadaan mengetahuinya, maka penghasilannya haram, karena didapatkan dari perbuatan yang dilarang agama.
Kami nasehat kepada para pengusaha kue dan juga kaum muslimin secara umum untuk tidak mencari penghasilan dari cara yang haram. Dan mencukupkan diri dengan sumber penghasilan yang halal. Semoga Allah ta’ala memberikan kemudahan serta keberkahan.
Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.
Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa sallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
REKENING DONASI:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)
🔍 Ulil Albab, Hukum Tambal Gigi, Pengertian Wali Allah, Keutamaan Membaca Al Kahfi, Ijazah Ilmu Hikmah 2017