غيرة الله على قلب المؤمن أن يتعلق بغيره
هل يجوز هذا القول: يقول الإمام الشافعي -رحمه الله-: كلما تعلقت بشخص تعلقاً؛ أذاقكْ الله مرّ التعلق؛ لتعلم أن الله يغار على قلب تعلق بغيره، فيصدٌك عن ذاك ليرٌدك إليه. وما حكم قول إن الله تعالى أخذ يوسف -عليه السلام- من أبيه -عليه السلام-؛ لأن يعقوب -عليه السلام- كان متعلقا بيوسف -عليه السلام-
وهناك من رد وقال: هل يعقل أن الله تعالى يكسر قلوب عباده على أحبتهم، لمجرد التعلق حاشاه. ما قولكم في هذا الكلام؟
Pertanyaan:
Apakah boleh mengucapkan seperti yang diucapkan Imam asy-Syafi’i rahimahullah, “Semakin kamu terpaut dengan seseorang, maka Allah akan memberimu kepahitan dari keterpautan itu, agar kamu mengerti bahwa Allah cemburu terhadap hati yang terpaut dengan selain-Nya, sehingga Dia menghalangimu dari hal itu, agar mengembalikanmu kepada-Nya.”
Juga apa hukum ucapan bahwa Allah Ta’ala mengambil Nabi Yusuf ‘alaihissalam dari ayahnya, Ya’qub ‘alaihissalam, karena dulu Ya’qub ‘alaihissalam sangat cinta kepada Yusuf ‘alaihissalam? Ada juga orang yang mengingkari ucapan seperti itu dengan berkata, “Apakah masuk akal jika Allah Ta’ala menghancurkan hati para hamba-Nya yang mencintai para kekasih mereka hanya karena keterpautan itu?! Sungguh tidak mungkin!”
Bagaimana pendapat Anda mengenai ucapan ini?
الإجابــة
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعد:
فلم نقف على هذا الكلام للإمام الشافعي .لكن ذكر نحوه بعض العلماء.
قال ابن الجوزي: رأيت نفسي تأنس بخلطاء نسميهم أصدقاء، فبحثت بالتجارب عنهم؛ فإذا أكثرهم حساد على النعم، وأعداء، لا يسترون زلة، ولا يعرفون لجليس حقا، ولا يواسون من مالهم صديقا. فتأملت الأمر؛ فإذا الحق سبحانه يغار على قلب المؤمن أن يجعل له شيئا يأنس به، فهو يكدر عليه الدنيا وأهلها، ليكون أنسه به. اهـ. من صيد الخاطر.
Jawaban:
Segala puji hanya bagi Allah. Shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah, dan kepada keluarga dan para sahabat beliau. Amma ba’du:
Kami belum menemukan bahwa ucapan itu berasal dari Imam asy-Syafi’i. Namun, ada beberapa ulama yang menyebutkan ucapan yang mirip dengannya.
Ibnu al-Jauzi berkata:
“Aku mendapati diriku merasa nyaman berinteraksi dengan para rekan yang kita sebut dengan sahabat. Aku pun melakukan pencermatan terhadap mereka; ternyata mayoritas mereka adalah para pendengki atas kenikmatan orang lain, musuh, tidak menutupi aib, tidak menunaikan hak teman, dan enggan menghibur teman dengan harta mereka. Aku pun mencermati fenomena ini, dan ternyata itu karena Allah cemburu terhadap hati seorang Mukmin jika Dia menjadikan sesuatu yang bisa membuatnya merasa nyaman. Oleh sebab itu, Allah membuat dunia dan para penghuninya tidak baik bagi seorang Mukmin, agar ia hanya merasa nyaman dengan-Nya.” (Kitab Shaid al-Khathir).
وقال ابن القيم: والله سبحانه وتعالى يغار على قلب عبده أن يكون معطلا من حبه وخوفه ورجائه، وأن يكون فيه غيره فالله سبحانه وتعالى خلقه لنفسه، واختاره من بين خلقه؛ كما في الأثر الإلهي: ابن آدم خلقتك لنفسي، وخلقت كل شيء لك، فبحقي عليك لا تشتغل بما خلقته لك، عما خلقتك له. وفي أثر آخر: خلقتك لنفسي، فلا تلعب، وتكفلت لك برزقك فلا تتعب. يا ابن آدم اطلبني تجدني؛ فإن وجدتني وجدت كل شيء، وإن فتك فاتك كل شيء، وأنا خير لك من كل شيء. ويغار على لسانه أن يتعطل من ذكره ويشتغل بذكر غيره، ويغار على جوارحه أن تتعطل من طاعته وتشتغل بمعصيته. فيقبح بالعبد أن يغار مولاه الحق على قلبه ولسانه وجوارحه وهو لا يغار عليها.
وإذا أراد الله بعبده خيرا سلط على قلبه إذا أعرض عنه واشتغل بحب غيره، أنواع العذاب حتى يرجع قلبه إليه. وإذا اشتغلت جوارحه بغير طاعته، ابتلاها بأنواع البلاء، وهذا من غيرته سبحانه وتعالى على عبده .اهـ. روضة المحبين.
Ibnu al-Qayyim berkata:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala cemburu jika hati hamba-Nya kosong dari kecintaan, rasa takut, dan harapan kepada-Nya, atau jika hati itu dipenuhi oleh selain-Nya. Allah Subhanahu wa Ta’ala menciptakan hamba-Nya untuk-Nya dan memilihnya di antara makhluk-Nya, sebagaimana dalam hadis qudsi disebutkan: ‘Wahai manusia! Aku menciptakanmu untuk diri-Ku dan Aku menciptakan segalanya untukmu! Maka sudah menjadi hak-Ku yang harus kamu tunaikan untuk tidak sibuk dengan apa yang telah Aku ciptakan untukmu dari tujuan Aku menciptakanmu.’
Dalam riwayat lain disebutkan: ‘Aku menciptakanmu untuk diri-Ku, maka janganlah kamu bermain-main! Aku telah menjamin rezekimu, maka janganlah kamu berlelah-lelah! Wahai manusia! Carilah Aku niscaya kamu akan mendapatkan-Ku! Jika kamu telah mendapatkan-Ku maka kamu akan mendapatkan segalanya. Namun, jika aku melewatkanmu, maka terlewat juga segalanya darimu. Aku lebih baik bagimu daripada segalanya.’
Allah juga cemburu terhadap lisan hamba-Nya apabila berhenti dari menyebut-Nya dan sibuk menyebut selain-Nya. Dia cemburu terhadap anggota badan hamba-Nya jika berhenti dari menaati-Nya dan sibuk dengan kemaksiatan terhadap-Nya. Maka sungguh buruk sekali bagi seorang hamba jika Tuhannya Yang Maha Benar cemburu terhadap hati, lisan, dan anggota badannya; sedangkan ia sendiri tidak cemburu terhadap hal-hal itu.
Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia akan menimpakan berbagai bentuk siksaan jika ia berpaling dari-Nya dan sibuk dengan kecintaan kepada selain-Nya, agar hatinya kembali kepada-Nya. Apabila anggota badannya sibuk dengan perkara selain ketaatan kepada-Nya, maka Allah akan menimpakan berbagai bentuk cobaan padanya. Ini merupakan bentuk kecemburuan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap hamba-Nya.” (Kitab Raudhah al-Muhibbin).
وفي مدارج السالكين: وقال بعضهم: احذره، فإنه غيور، لا يحب أن يرى في قلب عبده سواه. ومن غيرته: أن صفيه آدم لما ساكن بقلبه الجنة، وحرص على الخلود فيها أخرجه منها، ومن غيرته سبحانه: أن إبراهيم خليله لما أخذ إسماعيل شعبة من قلبه أمره بذبحه، حتى يخرج من قلبه ذلك المزاحم. اهـ.
Adapun dalam kitab Madarij as-Salikin disebutkan, “Seorang ulama berkata, ‘Berhati-hatilah kepada Allah, karena Dia pencemburu; tidak suka melihat selain-Nya dalam hati hamba-Nya. Di antara bentuk kecemburuan-Nya; ketika dalam hati manusia pilihan-Nya, Adam terdapat kecintaan terhadap surga dan menginginkan kekekalan di dalamnya, Allah mengeluarkannya dari surga. Di antara kecemburuan-Nya juga, bahwa kekasih-Nya, Ibrahim, ketika sebagian hatinya terpaut dengan Ismail; Allah memerintahkannya untuk menyembelih Ismail, agar pendua itu dapat keluar dari hatinya.’”
وأما قولك: (وما حكم قول إن الله تعالى أخذ يوسف -عليه السلام- من أبيه -عليه السلام-؛ لأن يعقوب -عليه السلام- كان متعلقا بيوسف -عليه السلام-).
فلم نقف على ذكر مثل هذا عند أحد من العلماء، وينبغي الإمساك عنه؛ لما فيه من نوع رجم بالغيب، وخوض فيه دون بينة، ولما فيه من الجرأة على مقام الأنبياء.
وقد جاء في تفسير الألوسي: وقد قضى الله تعالى على يعقوب ويوسف أن يوصل إليهما تلك الغموم الشديدة، والهموم العظيمة ليصبرا على مرارتها ويكثر رجوعهما إلى الله تعالى، وينقطع تعلق فكرهما عما سوى الله تعالى؛ فيصلا الى درجة عالية لا يمكن الوصول إليها الا بتحمل المحن العظيمة. اهـ.
Adapun pertanyaan Anda:
Juga apa hukum ucapan bahwa Allah Ta’ala mengambil Nabi Yusuf ‘alaihissalam dari ayahnya, Ya’qub ‘alaihissalam, karena dulu Ya’qub ‘alaihissalam sangat cinta kepada Yusuf ‘alaihissalam?
Kami belum menemukan satu pun ulama yang mengucapkan ucapan seperti ini, sehingga sebaiknya dihindari; sebab di dalamnya terdapat suatu bentuk menebak-nebak hal gaib dan membicarakan hal gaib tanpa bukti. Di dalamnya juga terdapat suatu bentuk kelancangan terhadap kedudukan para Nabi.
Dalam tafsir al-Alusi disebutkan, “Allah Ta’ala telah menetapkan bagi Ya’qub and Yusuf untuk memberikan mereka berdua ujian-ujian berat dan cobaan-cobaan besar agar mereka bersabar atas kepahitannya, semakin tekun berserah diri kepada Allah Ta’ala, dan pikiran mereka terputus dari keterpautan dengan selain Allah Ta’ala; sehingga mereka dapat mencapai derajat tinggi yang tidak dapat dicapai kecuali oleh orang yang menanggung ujian-ujian besar.”
وأما قولك:( وهناك من رد وقال: هل يعقل أن الله تعالى يكسر قلوب عباده على أحبتهم، لمجرد التعلق حاشاه.)
فهذا اعتراض لا معنى له، فإن الله يبتلي عباده بما يشاء. لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ {الأنبياء:23}.
وتعلق القلب بغير الله قد يبلغ أن يكون معصية قلبية تستوجب العقوبة، وهذه العقوبة قد تكون خيرا للعبد من وجه آخر، فتُكفَّر بها من سيئاته، وقد تكون سببا في رجوع قلبه إلى الله.
كما تقدم قول ابن القيم: وإذا أراد الله بعبده خيرا سلط على قلبه إذا أعرض عنه واشتغل بحب غيره أنواع العذاب حتى يرجع قلبه إليه .اهـ.
Sedangkan pertanyaan Anda:
Ada juga orang yang mengingkari ucapan seperti itu dengan berkata, “Apakah masuk akal jika Allah Ta’ala menghancurkan hati para hamba-Nya yang mencintai para kekasih mereka hanya karena keterpautan itu?! Sungguh tidak mungkin!”
Ini merupakan bantahan yang tidak ada gunanya, karena Allah akan menguji para hamba-Nya dengan apa yang Dia kehendaki. “Dia (Allah) tidak ditanya tentang apa yang dikerjakan, tetapi merekalah yang akan ditanya.” (QS. Al-Anbiya: 23).
Keterpautan hati dengan selain Allah terkadang sampai menjadi kemaksiatan hati yang membuatnya harus mendapat balasan; dan balasan ini bisa jadi merupakan hal yang baik bagi seorang hamba jika dilihat dari sudut pandang yang lain, sehingga dengan balasan itu, dosa-dosanya dihapuskan. Dan terkadang juga menjadi sebab hatinya kembali kepada Allah. Sebagaimana yang telah disebutkan dari ucapan Ibnu al-Qayyim, “Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi hamba-Nya, maka Dia akan menimpakan berbagai bentuk siksaan jika ia berpaling dari-Nya dan sibuk dengan kecintaan kepada selain-Nya, agar hatinya kembali kepada-Nya.”
وقد يكون الابتلاء زيادة في ثوابه ورفعة لدرجاته.
قال ابن تيمية: ونظير ذلك المصائب المقدرة في النفس والأهل والمال؛ فإنها تارة تكون كفارة وطهورا، وتارة تكون زيادة في الثواب وعلوا في الدرجات، وتارة تكون عقابا وانتقاما. اهـ. من الصارم المسلول.
والله أعلم.
Terkadang ujian itu juga menjadi penambah pahalanya dan peningkat derajatnya. Ibnu Taimiyah berkata, “Yang serupa dengan hal itu, musibah-musibah yang ditakdirkan menimpa jiwa, keluarga, dan harta; itu semua terkadang menjadi penghapus dosa dan penyuci jiwa, terkadang menjadi penambah pahala dan peningkat derajat, dan terkadang pula menjadi siksaan dan balasan baginya.”
Wallahu a’lam.
Sumber: https://www.islamweb.net/ar/fatwa/422686/غيرة-الله-على-قلب-المؤمن-أن-يتعلق-بغيره
PDF Sumber Artikel.
🔍 Kitab Kuning, Nifas Dalam Islam, Apakah Donor Darah Membatalkan Puasa, Pahala Puasa, Doa Buat Ibu Yang Sudah Meninggal, Hadis Tentang Anak