Tanya:
Bismillaah. Assalamu’alaykum warahmatullahi wabarakatuhu.
Ustadz, ana ada sebuah pertanyaan:
Dalam Qs. Asy Syuraa: 30. Allah Ta’ala berfirman: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).”
Dan dalam sebuah hadits disebutkan (yang intinya) bahwa para Nabi adalah orang yang mendapatkan ujian yang paling berat.
Pertanyaannya:
Bagaimana cara memahami keduanya? Jika musibah disebabkan oleh dosa dan maksiat, maka mengapa para Nabi adalah orang yang ujiannya paling berat, sedangkan mereka ma’shum?
Jazakallaahu khayr atas jawabannya.
(Abdullah)
Jawab:
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wa barakatuh.
Para nabi ‘alaihimussalam ma’shum (terjaga) dari dosa besar, adapun dosa kecil maka kadang terjadi pada sebagian mereka, namun dosa kecil tersebut tidak berhubungan dengan penyampaian wahyu, kemudian dengan segera mereka bertaubat dan beristighfar kepada Allah, sebagaimana kisah nabi Adam ketika memakan buah terlarang, nabi Musa ketika memukul orang Mesir, nabi Yunus ketika pergi dari kaumnya, dll. Dan ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Berkata Syeikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullahu:
فإن القول بأن الانبياء معصومون عن الكبائر دون الصغائر هو قول أكثر علماء الاسلام وجميع الطوائف حتى إنه قول اكثر أهل الكلام كما ذكر ابو الحسن الآمدى أن هذا قول اكثر الاشعرية وهو ايضا قول أكثر أهل التفسير والحديث والفقهاء بل هو لم ينقل عن السلف والائمة والصحابة والتابعين وتابعيهم الا ما يواقف هذا القول
“Maka sesungguhnya pendapat bahwa para nabi ma’shum dari dosa besar tanpa dosa kecil adalah pendapat sebagian besar ulama islam dan semua kelompok, sampai sebagian besar ahli kalam, Abul hasan Al-Amidi menyebutkan bahwa ini adalah pendapat sebagian besar Asy-‘Ariyyah, dan ini pendapat sebagian besar ahli tafsir, ahli hadist, dan ahli fiqh, bahkan tidak dinukil dari para salaf , para imam, para sahabat, para tabi’in, dan para tabi’ut tabi’in kecuali ucapan yang sesuai dengan pendapat ini ” (Majmu’ Al-Fatawa 4/319)
Dan perlu diketahui bahwa jumhur ulama berpendapat bahwa hikmah dari musibah yang menimpa orang yang beriman selain menggugurkan dosa adalah mengangkat derajatnya, sebagaimana disebutkan oleh An-Nawawy. (Lihat Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim 16/128)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ما يصيب المؤمن من شوكة فما فوقها إلا رفعه الله بها درجة أو حط عنه خطيئة
“Tidaklah menimpa seorang mukmin sebuah musibah, duri atau musibah yang lebih besar dari itu kecuali Allah akan mengangkat derajatnya atau menggugurkan dosanya”. (HR. Al-Bukhary dan Muslim, dan lafadznya milik Imam Muslim)
Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat:
(وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ) (آل عمران:141)
beliau berkata:
يكفر عنهم من ذنوبهم، إن كان لهم ذنوب وإلا رُفعَ لهم في درجاتهم بحسب ما أصيبوا به
“Yaitu Allah menggugurkan sebagian dosa-dosa mereka kalau memiliki dosa, dan kalau tidak (memiliki dosa) maka diangkat derajatnya sesuai dengan musibah yang menimpanya” (Tafsir Al-Quranil ‘Adhzim 2/127)
Dengan demikian insya Allah kita bisa memahami hadist Sa’ad bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu yang antum isyaratkan, ketika beliau bertanya: Wahai Rasulullah, Siapakah manusia yang paling keras ujiannya? Maka beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
الأنبياء ثم الأمثل فالأمثل فيبتلى الرجل على حسب دينه فإن كان دينه صلبا اشتد بلاؤه وإن كان في دينه رقة ابتلى على حسب دينه فما يبرح البلاء بالعبد حتى يتركه يمشى على الأرض ما عليه خطيئة
“(Orang yang paling keras ujiannya adalah) para nabi, kemudian yang semisalnya dan yang semisalnya, diuji seseorang sesuai dengan kadar agamanya, kalau kuat agamanya maka semakin keras ujiannya, kalau lemah agamanya maka diuji sesuai dengan kadar agamanya. Maka senantiasa seorang hamba diuji oleh Allah sehingga dia dibiarkan berjalan di atas permukaan bumi tanpa memiliki dosa.” (HR. At-Tirmidzy, Ibnu Majah, berkata Syeikh Al-Albany: Hasan Shahih)
Yaitu bahwasanya musibah yang menimpa mereka adalah untuk mengangkat derajat mereka, menunjukkan kepada ummat tentang kesabaran mereka, dan menjadi teladan bagi manusia dalam menghadapi ujian.
Berkata Syeikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullahu:
الله عز وجل يبتلي عباده بالسراء والضراء وبالشدة والرخاء ، وقد يبتليهم بها لرفع درجاتهم وإعلاء ذكرهم ومضاعفة حسناتهم كما يفعل بالأنبياء والرسل عليهم الصلاة والسلام والصلحاء من عباد الله
“Allah ‘azza wa jalla menguji hamba-hambaNya dengan kesenangan dan kesusahan, dan terkadang Allah menguji mereka untuk meninggikan derajat mereka, mengangkat penyebutan mereka, dan melipatgandakan pahala mereka sebagaimana apa yang Allah lakukan terhadap para nabi dan rasul ‘alaihimushshalatu wassalam, dan juga hamba-hamba Allah yang shalih” (Majmu Fatawa wa Rasail Syeikh bin Baz 4/370)
Wallahu a’lam.
Ustadz Abdullah Roy, Lc.
Sumber: tanyajawabagamaislam.blogspot.com
🔍 Tanda Tanda Kematian Menurut Al Quran Dan Hadist, Doa Agar Dipertemukan Dengan Bulan Ramadhan, Mimpi Nabi Muhammad Saw, Hukum Homoseksual, Manfaat Asmaul Husna