Kencing Berdiri
Pertanyaan:
Bagaimana menggabungkan dua hadits yang kelihatannya bertentangan berikut ini. Yang pertama, Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang buang air kecil sambil berdiri. Yang kedua, dalam riwayat lain dijelaskan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang air kecil sambil berdiri.
Jawaban:
Semua riwayat yang menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam buang air kecil sambil berdiri ada yang shahih, baik yang diriwayatkan oleh Aisyah maupun dari sahabat yang lain.
Disebutkan dalam Sunan Ibnu Majah dari hadits Umar, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
لاَ تَبُلْ قَائِمًا
“Jangan engkau kencing berdiri.”
Derajat hadits ini sangat lemah.
Adapun hadits Aisyah, yang disebut-sebut dalam pertanyaan tadi, sama sekali tidak berisi larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk kencing sambil berdiri. Hadits tersebut hanya menyatakan bahwa Aisyah belum pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam kencing sambil berdiri.
Aisyah berkata,
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ بَالَ قَائِمًا فَلاَ تُصَدِّقُوهُ
“Barang siapa yang mengatakan pada kalian bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah buang air kecil sambil berdiri maka janganlah kalian membenarkannya (mempercayainya).”
Apa yang dikatakan oleh Aisyah tentu saja berdasarkan atas apa yang beliau lihat dan alami langsung bersama Nabi (tentu saja Aisyah tidak bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sepanjang waktu –ed.)
Disebutkan dalam Shahihain dari hadits Hudzaifah bahwa ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati sebuah lapangan tempat pembuangan sampah, beliau singgah kemudian buang air kecil sambil berdiri.
Dalam kasus-kasus seperti ini ulama fikih berkata, “Sikap yang diambil ketika berhadapan dengan dua nash yang bertentangan adalah mendahulukan (memilih) nash yang menyatakan adanya perbuatan, karena ia mengetahui sesuatu yang tidak diketahui oleh pihak yang menolak.”
Jadi, bagaimana hukum kencing sambil berdiri? Tidak ada aturan dalam syariat tentang mana yang lebih utama, kencing sambil berdiri atau duduk. Yang harus diperhatikan oleh orang yang buang hajat hanyalah bagaimana caranya agar dia tidak terkena cipratan kencingnya. Jadi, tidak ada ketentuan syar’i, apakah berdiri atau duduk. Yang penting adalah seperti apa yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sabdakan,
اِسْتَنْزِهُوْا مِنَ الْبَوْلِ
“Bersihkanlah diri kalian dari air kencing.”
Maksudnya, lakukanlah tata cara yang bisa menghindarkan kalian dari terkena cipratan kencing. Kita pun belum mengetahui adakah sahabat yang meriwayatkan bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kencing sambil berdiri (selain hadits Hudzaifah tadi, -pent.). Akan tetapi, ini bukan berarti bahwa beliau tidak pernah buang air kecil (sambil berdiri, -pent.) kecuali pada kejadian tersebut.
Alasannya, bukanlah suatu kelaziman bagi seorang sahabat untuk mengikuti beliau ketika beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam buang air kecil. Kami berpegang dengan hadits Hudzaifah bahwa beliau pernah buang air kecil sambil berdiri, tetapi kami tidak menafikan bahwa beliau pun mungkin pernah buang air kecil dengan cara lain.
Sumber: Fatwa-fatwa Syekh Nashiruddin Al-Albani, Muhammad Nashiruddin Al-Albani, Media Hidayah, 1425 H — 2004 M.
(Dengan beberapa pengubahan tata bahasa oleh redaksi www.konsultasisyariah.com)
🔍 Hukum Kaligrafi, Pemimpin Islami, Hukum Mengeluarkan Air Mani Di Bulan Puasa, Kuping Berdengung Sebelah Kiri, Debat Pendeta Dan Ustad, Ayat Al Kafirun Dan Artinya