الإنسان بين الحياة والموت
Oleh: Dr. Khalid Sa’ad an-Najjar
د. خالد سعد النجار
نعمة الاستخلاف في الأرض والعيش في أرجائها والمشي في مناكبها فتنة وابتلاء، وليس أعظم من فتنة النعماء وامتحان السراء، لأن الرخاء ينسي، والمتاع يُلهي، والثراء يطغي، في دنيا مستطابة في ذوقها، معجبة في منظرها، مؤنقة في مظهرها، الفتنة بها حاصلة، وعدم السلامة منها غالبة، قال صلى الله عليه وسلم: «إن الدنيا حلوة خضرة، وإن الله مستخلفكم فيها، فينظر كيف تعملون، فاتقوا الدنيا، واتقوا النساء، فإن أول فتنة بني إسرائيل كانت في النساء» [رواه مسلم].
قال تعالى: {الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ}[الملك:2] أي ليبلوكم أيكم له أطوع، وإلى مرضاته أسرع، وعن محارمه أورع.
Nikmat pengelolaan bumi, hidup di setiap sudut belahannya, dan berjalan di atas permukaannya merupakan ujian dan cobaan. Bahkan, tidak ada ujian yang lebih besar daripada ujian berupa kenikmatan dan karunia kelapangan hidup; karena kehidupan yang makmur itu membuat lalai, kenikmatan itu dapat membuai, dan kekayaan itu mengundang keangkuhan; di dunia yang begitu nikmat rasanya, menakjubkan pemandangannya, dan elegan penampilannya; fitnah darinya begitu nyata dan keselamatan darinya begitu langka. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ وَإِنَّ اللَّهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُونَ فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ
“Sesungguhnya dunia itu manis dan hijau (amat menarik). Dan sesungguhnya Allah telah menguasakannya kepada kalian. Kemudian Allah melihat apa yang kamu kerjakan (di dunia); maka dari itu takutlah terhadap dunia dan takutlah terhadap wanita, karena sesungguhnya sumber bencana pertama Bani Israil adalah wanita.” (HR. Muslim).
Allah Ta’ala berfirman:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلاً وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“Yaitu yang menciptakan kematian dan kehidupan untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Mulk: 2). Yakni menguji kalian siapa di antara kalian yang paling taat kepada-Nya, paling bergegas dalam mencari keridhaan-Nya, dan paling menjauh dari larangan-larangan-Nya.
يقول على الطنطاوي رحمه الله: ثلاثون سنة ما خرجت منها إلا بشيء واحد، هو أني رأيت الحياة كمائدة القمار، فمن الناس من يخسر ماله ويخرج ينفض كفه، ومنهم من يخرج مثقلا بأموال غيره التي ربحها، ومنهم من يقوم على الطريق يمسح الأحذية، ومن يمد إليه حذاءه ليمسحه له، ومن ينام على السرير، ومن يسهر في الشارع يحرس النائم، ومن يأخذ التسعة من غير عمل، ومن يكد ويدأب فلا يبلغ الواحد، وعالم يخضع لجاهل، وجاهل يترأس العلماء، ورأيت المال والعلم والخلق والشهادات قسما وهبات، فرب غني لا علم عنده، وعالم لا مال لديه، وصاحب شهادات ليس بصاحب علم، وذي علم ليس بذي شهادات، ورب مالك أخلاق لا يملك معها شيئا، ومالك لكل شيء ولكن لا أخلاق له، ورأيت في مدرسي المدارس من هو أعلم من رئيس الجامعة، وبين موظفي الوزارة من هو أفضل من الوزير .. ولكنه الحظ، أو هي حكمة الله لا يعلم سرها إلا هو، ابتلانا بخفائها لينظر: أنرضى أم نسخط.
Ali Ath-Thanthawi rahimahullah berkata:
“Selama 30 tahun, aku tidak melihat dari dunia kecuali satu hal; bahwa aku melihat kehidupan seperti meja perjudian; ada sebagian orang yang kehilangan hartanya dan keluar darinya dengan tangan kosong, dan ada sebagian orang lainnya yang keluar darinya dengan meraup harta orang lain yang ia menangkan. Ada orang yang berdiri di tepi jalan untuk menyemir sepatu dan ada orang lain yang menyodorkan sepatu kepadanya agar ia menyemirnya. Ada orang yang tidur di atas dipan mewah, ada orang yang begadang di jalan untuk menjaga orang yang sedang tidur itu. Ada orang yang dapat memperoleh sembilan bagian tanpa harus bekerja, dan ada orang lain yang bekerja keras banting tulang tapi mendapat satu bagian pun tidak. Ada orang berilmu yang tunduk patuh kepada orang bodoh, dan ada orang bodoh yang membawahi para ilmuwan.
Aku mendapati bahwa harta, ilmu, perilaku, dan ijazah-ijazah adalah rezeki dan karunia (yang Allah berikan sesuai kehendak-Nya). Terkadang ada orang kaya raya tapi tidak berilmu, dan ada orang berilmu tapi tidak punya harta. Ada orang yang punya banyak ijazah tapi tidak punya ilmu, dan ada orang yang berilmu tapi tidak punya ijazah. Terkadang ada orang yang berbudi pekerti luhur tapi tidak punya apa pun, dan ada orang yang punya segalanya tapi tidak punya budi pekerti. Aku mencermati para guru di sekolah-sekolah ada yang lebih luas ilmunya daripada rektor universitas; dan ada pegawai kementerian yang lebih mumpuni daripada menteri itu sendiri. Namun, itulah nasib; atau itulah hikmah kebijaksanaan Allah yang tidak ada yang mengetahui rahasianya kecuali Dia. Dia menguji kita dengan menyembunyikan rahasia itu, untuk melihat apakah kita menerimanya dengan lapang dada atau mencela.”
من الذي أمننا في الدور؟ من الذي أرخى علينا الستور؟ من الذي صرف عنا البلايا والشرور، والفتنة حولنا تدور؟ أليس هو الرحيم الغفور؟ فما لنا قد كثرت منا العثار، وقل منا الاعتبار والادكار؟ ما لنا لبسنا ثوب العصيان والغفلة والنسيان؟ غرنا بالله الغرور، برجاء رحمته عن خوف نقمته، وبرجاء عفوه عن رهبة سطوته.
عن ابن السماك يحدث قال: بينما صياد في الدهر الأول يصطاد السمك، إذ رمى بشبكة في البحر فخرج فيها جمجمة إنسان، فجعل الصياد ينظر إليها ويبكي، ويقول: عزيز فلم تترك لعزك، غني فلم تترك لغناك، فقير فلم تترك لفقرك، جواد فلم تترك لجودك، شديد فلم تترك لشدتك، عالم فلم تترك لعلمك .. يردد هذا الكلام ويبكي.
Siapakah yang memberi kita rasa aman di dalam rumah? Siapakah yang menjulurkan tabir yang menutup aib keburukan kita? Siapakah yang menghindarkan musibah, keburukan, dan bencana yang bertebaran di sekeliling kita? Bukankah Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Pengampun? Lalu mengapa kita begitu banyak berbuat dosa dan kesalahan, dan sedikit sekali kita mengambil ibrah dan pelajaran? Lalu mengapa kita masih mengenakan baju kemaksiatan, kelalaian, dan kealpaan? Sungguh kita telah terperdaya dengan harapan kepada rahmat-Nya, sehingga kita lalai dari ketakutan terhadap azab-Nya; dan dengan asa terhadap ampunan-Nya, sehingga kita lalai dari ketakutan akan kuasa-Nya.
Diriwayatkan dari Ibnu as-Sammak bahwa ia menceritakan, “Suatu ketika pada zaman dahulu ada seorang nelayan yang sedang mencari ikan. Ketika ia melempar jalanya di laut, ternyata jalanya menangkap tengkorak manusia. Lalu nelayan itu melihatnya lamat-lamat kemudian menangis dan berkata, ‘Jika kamu orang mulia, kamu tidak dibiarkan hidup karena kemuliaanmu. Jika kamu orang kaya, kamu tidak dibiarkan hidup karena kekayaanmu. Jika kamu orang miskin, kamu tidak dibiarkan hidup karena kemiskinanmu. Jika kamu orang dermawan, kamu tidak dibiarkan hidup karena kedermawananmu. Jika kamu orang kuat, kamu tidak dibiarkan hidup karena kekuatanmu. Jika kamu orang berilmu, kamu juga tidak dibiarkan hidup karena ilmumu!’ Ia terus mengulang-ulang perkataan ini sambil menangis.
ولدتك إذ ولدتك أمك باكيا … والقوم حولك يضحكون سرورا
فاعمل ليوم تكون فيه إذا بكوا … في يوم موتك ضاحكا مسرورا
Ia lalu melantunkan syair:
Kamu terlahir dalam keadaan menangis ketika ibumu baru melahirkanmu
Sedangkan orang-orang di sekitarmu tertawa bahagia
Maka beramallah untuk satu hari – ketika mereka menangis karena kematianmu –
Sedangkan kamu ketika itu dapat tertawa bahagia
كلكم يبكي لنفسه
كان بالبصرة عابد حضرته الوفاة .. فجلس أهله يبكون حوله فقال لهم أجلسوني, فأجلسوه فأقبل عليهم وقال لأبيه: يا أبت ما الذي أبكاك؟ قال: يا بني ذكرت فقدك وانفرادي بعدك. فالتفت إلى أمه, وقال: يا أماه ما الذي أبكاك؟ قالت: لتجرعي مرارة ثكلك, فالتفت إلى الزوجة, وقال: ما الذي أبكاك؟ قالت: لفقد برك وحاجتي لغيرك, فالتفت إلى أولاده, وقال: ما الذي أبكاكم؟ قالوا: لذل اليتم والهوان من بعدك, فعند ذلك نظر إليهم وبكى.
فقالوا له: ما يبكيك أنت؟ قال أبكي لأني رأيت كلا منكم يبكى لنفسه لا لي. أما فيكم من بكى لطول سفري؟ أما فيكم من بكى لقلة زادي؟ أما فيكم من بكى لمضجعي في التراب؟ أما فيكم من بكى لما ألقاه من سوء الحساب؟ أما فيكم من بكى لموقفي بين يدي رب الأرباب؟ ثم سقط على وجهه فحركوه, فإذا هو ميت.
Setiap kalian menangisi dirinya sendiri
Dulu di kota Basrah ada seorang ahli ibadah yang menghadapi ajalnya. Keluarganya duduk di sekitarnya sambil menangis. Lalu orang itu berkata kepada mereka, “Dudukkanlah aku!” Mereka pun mendudukkannya. Lalu ia menghadap mereka dan berkata kepada ayahnya, “Wahai ayahku! Apa yang membuat engkau menangis?” Ayahnya menjawab, “Duhai anakku! Aku memikirkan kehilangan dirimu dan kesendirianku setelah kematianmu.” Lalu ia mengarahkan pandangannya kepada ibunya dan bertanya, “Wahai ibuku! Apa yang membuat engkau menangis?” Ibunya menjawab, “Karena aku merasakan pahitnya kehilanganmu!” Lalu ia menoleh kepada istrinya dan bertanya, “Apa yang membuat engkau menangis?” Istrinya menjawab, “Karena aku kehilangan kesempatan berbakti kepadamu dan karena aku menjadi butuh terhadap orang selain dirimu.” Lalu ia menghadap kepada anak-anaknya dan bertanya, “Apa yang membuat kalian menangis?” Mereka menjawab, “Karena kami teringat rendah dan lemahnya menjadi yatim setelah kepergianmu.”
Ketika itulah ia melihat mereka dan menangis. Mereka pun bertanya kepadanya, “Apa yang membuatmu menangis?” Ia menjawab, “Aku menangis karena aku melihat setiap kalian menangisi dirinya sendiri, bukan karena diriku. Tidakkah dari kalian yang menangis karena begitu panjang perjalananku? Tidakkah dari kalian yang menangis karena begitu sedikitnya bekalku? Tidakkah dari kalian yang menangis karena tempat pembaringanku di atas tanah? Tidakkah dari kalian yang menangis karena beratnya hisab yang akan aku temui? Tidakkah dari kalian yang menangis karena posisiku di hadapan Tuhan semesta alam?” Lalu ia jatuh tertelungkup. Ketika mereka menggerak-gerakkan tubuhnya, ternyata ia telah wafat.
ملوك الدنيا
قال معاوية -رضي الله عنه- عند موته لمن حوله: أجلسوني .. فأجلسوه .. فجلس يذكر الله, ثم بكى، وقال: الآن يا معاوية، جئت تذكر ربك بعد الانحطام والانهدام, أما كان هذا وغض الشباب نضير ريان؟! ثم بكى وقال: يا رب, يا رب, ارحم الشيخ العاصي ذا القلب القاسي .. اللهم أقل العثرة، واغفر الزلة، وجد بحلمك على من لم يرج غيرك، ولا وثق بأحد سواك .. ثم فاضت روحه رضي الله عنه.
Para raja dunia
Ketika Muawiyah radhiyallahu ‘anhu menghadapi ajalnya, ia berkata kepada orang-orang di sekitarnya, “Dudukkanlah aku!” Mereka pun mendudukkannya. Kemudian ia berzikir kepada Allah, lalu menangis. Ia berkata kepada dirinya sendiri, “Baru sekarang, hai Muawiyah! Kamu baru menyebut Tuhanmu setelah datang masa tumbang. Mengapa ini tidak kamu lakukan saat masih muda dan masih segar bugar?!”
Kemudian Muawiyah kembali menangis, dan berseru, “Duhai Tuhanku! Duhai Tuhanku! Kasihilah orang tua pelaku maksiat dan punya hati keras ini! Ya Allah, maafkanlah atas kekeliruan, ampunilah segala kesalahan! Limpahkanlah kelembutan-Mu kepada hamba yang tidak mengharap kepada selain-Mu dan tidak percaya kepada siapa pun kecuali Engkau ini!” Kemudian beliau pun meninggal dunia, radhiyallahu ‘anhu.
ويروى أن الخليفة عبد الملك بن مروان لما أحس بالموت قال: ارفعوني على شرف, ففعل ذلك, فتنسم الروح, ثم قال: يا دنيا ما أطيبك! إن طويلك لقصير، وإن كثيرك لحقير، وإن كنا منك لفي غرور!
Diriwayatkan juga bahwa ketika Khalifah Abdul Malik bin Marwan merasa bahwa ajalnya akan segera tiba, ia berkata, “Bawalah aku naik ke balkon!” Ia pun dibawa ke sana, lalu menghirup udara segar dan berkata, “Duhai dunia, betapa indahnya dirimu! Sungguh panjangmu itu pendek dan banyakmu itu sedikit, dan sungguh kami dulu telah terbuai olehmu!”
ولما أحتضر أمير المؤمنين هشام بن عبد الملك, نظر إلى أهله يبكون حوله فقال: جاء هشام إليكم بالدنيا وجئتم له بالبكاء, ترك لكم ما جمع وتركتم له ما حمل, ما أعظم مصيبة هشام إن لم يرحمه الله.
ولما مرض هارون الرشيد ويئس الأطباء من شفائه، وأحس بدنو أجله، قال: أحضروا لي أكفانا فأحضروا له، فاختار منها واحدا .. ثم قال: احفروا لي قبرا .. فحفروا له .. فنظر إلى القبر وقال: ما أغنى عني مالية … هلك عني سلطانيه!
Ketika Amirul Mu’minin, Hisyam bin Abdul Malik menghadapi ajalnya, ia menatap keluarganya yang menangis di sekitarnya. Ia pun berkata kepada mereka, “Hisyam datang kepada kalian dengan dunia, sedangkan kalian datang kepadanya dengan tangisan. Ia juga meninggalkan bagi kalian (harta) yang ia kumpulkan, sedangkan kalian meninggalkan baginya apa yang ia bawa (ke kuburan). Sungguh betapa besar musibah Hisyam andai Allah tidak merahmatinya!”
Ketika Harun ar-Rasyid sakit, dan para dokter sudah menyerah untuk mengobatinya, serta ia merasa ajalnya telah dekat, ia berkata, “Hadirkanlah kepadaku kain-kain kafan!” Mereka pun menghadirkannya, lalu ia memilih salah satunya. Kemudian ia berkata, “Galilah kuburan untukku!” Mereka pun menggalikannya. Lalu ia melihat kuburan itu dan berkata, “Tidak berguna lagi hartaku untukku, dan hancur sudah kekuasaanku!”
وحينما حضر الخليفة المأمون الموت قال: أنزلوني من على السرير. فأنزلوه على الأرض، فوضع خده على التراب، وقال: يا من لا يزول ملكه .. ارحم من قد زال ملكه.
وقال المعتصم عند موته :لو علمت أن عمري قصير هكذا ما فعلت … !
Ketika Khalifah Makmun menghadapi sakaratul maut, ia berkata, “Turunkanlah aku dari ranjang!” Mereka pun menurunkannya ke atas tanah. Lalu ia meletakkan pipinya di atas tanah dan berkata, “Wahai Zat Yang tidak akan lenyap kerajaan-Nya, kasihilah orang yang telah lenyap kerajaannya ini!”
Mu’tashim berkata ketika ajal menjemputnya, “Seandainya aku mengetahui bahwa umurku pendek, niscaya tidak akan seperti ini perbuatanku!”
إنه الموت
قال مطرف: إن هذا الموت أفسد على أهل النعيم نعيمهم، فاطلبوا نعيما لا موت فيه.
وقال الحسن: فضح الموت الدنيا فلم يترك فيها لذي لب فرحا.
وقال سفيان: لو أن البهائم تعقل من الموت ما تعقلون ما أكلتم منها سمينا.
وقال الأوزاعي: جئت إلى بيروت أرابط فيها، فلقيت سوداء عند المقابر، فقلت لها: يا سوداء، أين العمارة؟ قالت: أنت في العمارة، وإن أردت الخراب فبين يديك.
Itulah kematian
Mutharrif berkata, “Sesungguhnya kematian ini akan merusak kenikmatan orang-orang yang mendapat kenikmatan. Oleh sebab itu, carilah kenikmatan yang tidak pernah ada matinya.”
Al-Hasan berkata, “Maut telah menyingkap aib dunia, sehingga ia tidak menyisakan kebahagiaan di dalamnya bagi orang yang berakal.”
Sufyan berkata, “Seandainya hewan ternak memahami kematian seperti pemahaman kalian, niscaya kalian tidak akan bisa makan hewan ternak yang gemuk.”
Al-Auza’i berkata, “Aku pernah datang ke Beirut untuk menjaga perbatasan di sana. Lalu aku berjumpa dengan wanita hitam di kuburan, aku pun bertanya kepadanya, “Hai wanita hitam, di manakah kemakmuran?” Ia menjawab, “Kamu sekarang ada dalam kemakmuran; tapi jika kamu ingin mengetahui di mana kehancuran, maka ia ada di hadapanmu (kuburan).”
همة ترقيك
يقول على الطنطاوي: وجدت على نضد إبريقا من البلور الصافي طويل العنق واسع البطن، فيه نحلة قد دخلت ولم تستطع الخروج، فهي تتحفز وتتجمع وتثب متقدمة بقوة وبأس، فيضرب الزجاج رأسها ويردها، فتعاود الكرة وهي لا تبصر الجدار وإنما تبصر ما وراءه، فتحسب أنه ليس بينها وبين الفضاء حجاب. فجعلت أنظر إليها وهي تعمل دائبة، كلما ضربت مرة عادت تحاول أخرى لا تقف ولا تستريح، حتى عددت عليها أكثر من أربعين مرة، تجد الصدمة كل مرة فلا تعتبر ولا تدرك الحقيقة، ولا ترفع رأسها لتبصر الطريق وتعلم أن سبيل الفضاء وباب الحرية هو من «فوق» لا عن يمين ولا عن شمال.
Tekad yang meninggikanmu
Ali ath-Thanthawi berkata, “Aku pernah melihat cerek dari kaca bening dengan leher panjang dan perut luas di atas ranjang. Di dalamnya terdapat lebah yang masuk tapi tidak bisa keluar, ia bersiap-siap meloncat lau meloncat dengan sekuat tenaga, sehingga kepalanya membentur kaca dan mementalkannya. Ia pun mengulangi usahanya, padahal ia tidak dapat melihat dinding yang membatasinya, dan hanya melihat apa yang ada di baliknya. Ia mengira tidak ada pembatas antara dirinya dengan udara bebas. Aku melihatnya terus menerus mengulangi usahanya; setiap kali ia membentur, ia mencobanya lagi tanpa henti dan istirahat; hingga aku menghitung usahanya itu lebih dari 40 kali. Ia terbentur setiap kali, tanpa mengambil pelajaran darinya, tidak mencoba memahami hakikat, dan tidak menengokkan kepala ke atas agar dapat melihat jalan keluar, sehingga ia dapat mengetahui bahwa jalan menuju udara bebas dan kebebasan ada di ‘atas’, bukan di kanan dan kiri.”
Sumber: https://www.islamweb.net/ar/article/194383/الإنسان-بين-الحياة-والموت
PDF Sumber Artikel.
🔍 Nifas Dalam Islam, 7 Pintu Neraka, Hukum Onani Saat Ramadhan, Wallpaper Ramadhan 2019, Niat Sholat Lailatul Qodar