Mari bersama untuk kehidupan kita kelak di akhirat.   BSI: 7086882242
a.n. Yayasan Yufid Network  

Seluruh dana untuk operasional produksi konten dakwah di Yufid: Yufid.TV, YufidEDU, Yufid Kids, website dakwah (KonsultasiSyariah.com, Yufid.com, KisahMuslim.com, Kajian.Net, KhotbahJumat.com, dll).

Yufid menerima zakat mal untuk operasional dakwah Yufid

Pernikahan

6 bulan Ditinggal Suami, Istri Berhak Gugat Cerai

batas suami meninggalkan istri

Ilustrasi @unsplash

Hukum Suami Meninggalkan Istri Lebih dari Satu Bulan

Pertanyaan:

Assalamu’alikum, mau nanyain kalau suami ninggalin istri lebih dari 1 bulan hukumnya bagaimana ?

Jawaban:

Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarokatuh,

Bismillahi wassholatu wassalamu ala Rasulillah

Saudara-saudariku yang mulia, dalam Islam sebagimana seorang istri wajib berbuat baik kepada suaminya ia pun memiliki hak untuk mendapatkan kebaikan dari suaminya, baik hak lahir maupun batin, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 228:

(…ولهن مثل الذي عليهن بالمعروف…)

“Dan mereka (para wanita) mempunyai hak seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang patut, tetapi para suami membunyai kelebihan di atas mereka, Allah Maha Perkasa, Maha Bijaksana”.

Seorang suami tidak boleh meninggalkan istrinya dalam waktu yang lama tanpa alasan yang dibenarkan oleh syariat, karena hal itu merupakan bagian dari menyia-nyiakan hak istri, sehingga dalam keadaan suami yang pergi dalam waktu yang lama tanpa alasan yang syar’i seorang istri pun memiliki hak untuk menggugat cerai di pengadilan.

Batasan waktu yang diperbolehkan bagi seorang istri yang ditinggalkan oleh suaminya tanpa uzur untuk menggugat cerai adalah selama 6 bulan, sebagaimana yang disebutkan oleh Abu an-Naja al-Hijawiy al-Hambaliy dalam kitab Zaadul Mustaqni:

وإن سافر فوق نصفها وطلبت قدومه وقدر لزمه, فإن أبى أحدهما فرق بينهما بطلبها

“ dan apabila sang suami berangkat safar lebih dari setengah tahun, dan sang istri memintanya untuk pulang sedangkan ia mampu untuk pulang, maka ia diwajibkan pulang, apabila suami tidak mau maka diceraikan keduanya atas permintaan dari istrinya”.

Dan dijelaskan oleh Al-Buhutiy:

نصف سنة في غير حج أو غزو واجبين أو طلب رزق يحتاجه

“Setengah tahun (6 bulan) selain kepentingan Haji yang wajib dan Peperangan yang wajib, atau dalam urusan mencari nafkah yang dibutuhkan” (Ar-Roudul Murbi’, 491-492).

Hal ini juga pernah ditanyakan kepada imam Ahmad bin Hanbal:

كم يغيب الرجل عن زوجته؟ قال: ستة أشهر, يكتب إليه, فإن أبى أن يرجع فرق الحاكم بينهما

“Berapa lama seorang suami boleh meninggalkan istrinya? Beliau menjawab: Enam bulan, kemudian dikirimkan surat kepadanya agar ia pulang, jika ia enggan untuk pulang maka Hakim berhak menceraikan keduanya” (al-Mughni : 6/745).

Ketetapan waktu 6 bulan ini pada dasarnya merupakan Ijtihad dari Khalifah Umar bin al-Khattab dalam menentukan waktu maksimal peperangan kaum Muslimin:

فوقت للناس في مغازيهم ستة أشهر, يسيرون شهرا ويقيمون أربعة ويقيمون شهرا راجعين

“Maka (Umar) menetapkan waktu bagi bala tentaranya dalam peperangan mereka selama 6 bulan, dalam perjalanan pergi 1 bulan, di medan perang 4 bulan dan di perjalanan pulang 1 bulan” (al-Mughni : 6/745).

Adapun jika karena alasan yang dibenarkan oleh syariat seperti Haji, Perang, Mencari Nafkah atau kebutuhan lainnya, maka istri tidak memiliki hak untuk menuntut suaminya agar segera pulang, akan tetapi suami wajib memperhatikan kebutuhan istrinya berupa nafkah, sebagaimana yang dijelaskan oleh Syaikh Abdul Aziz bin Baz:

ليس لهذا حد محدود كما نعلم شرعا, ولكن يجب عليه أن يراعي حقها, فإذا سافر لطلب الرزق ثم يرسل لها حاجتها ونفقاتها فلا بأس, فإذا كان يخشى عليها من بقائها وحدها يجب عليه أن ينقلها معه, أو يبقى في البلد ويطلب الرزق في البلد التي هي فيه,أو يطلقها, أما أن يهملها ويضيعها فلا يجوز

“Hal ini tidak memiliki batasan waktu secara syar’I sebagaimana yang kami ketahui, akan tetapi wajib bagi suami untuk memperhatikan hak istri, jika ia pergi dengan alasan mencari nafkah kemudian ia mengirimkan kebutuhan dan nafkah tersebut untuk istrinya maka tidak mengapa, namun jika ditakutkan adanya suatu bahaya jika meninggalkan istri sendirian maka wajib baginya untuk membawa istrinya tersebut atau ia harus tinggal mencari nafkah di negeri tempat istrinya, atau kalau tidak bersedia maka ia harus menceraikan istrinya, adapun jika ia menyepelekan dan menyia-nyiakan istrinya maka ini tidak dibolehkan” (https://binbaz.org.sa).

Demikian, Wallahu a’lam bis-shawab.

Dijawab oleh Ustadz Hafzan Elhadi, Lc., M.Kom (Alumni Lipia, Fakultas Syariah)

Anda bisa membaca artikel ini melalui aplikasi Tanya Ustadz untuk Android.
Download Sekarang !!

Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.

  • REKENING DONASI : BNI SYARIAH 0381346658 / BANK SYARIAH MANDIRI 7086882242 a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
  • KONFIRMASI DONASI hubungi: 087-738-394-989

🔍 Ilmu Beladiri Islam, Doa Ziarah Kubur Rumaysho, Kapan Isra Miraj, Tasyakuran Haji, Arti Mimpi Rambut Basah, Model Ikatan Cincin Wanita

Visited 36 times, 1 visit(s) today

QRIS donasi Yufid