Pertanyaan:
Jika bertemu orang di jalan, bolehkah menyapanya hanya dengan anggukan atau isyarat tangan tanpa mengucapkan salam?
Jawaban:
Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, ash-shalatu was salamu ‘ala asyrafil anbiya’ wal mursalin, wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in. Amma ba’du.
Terdapat hadits yang melarang memberi salam hanya dengan isyarat tanpa ucapan salam. Dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لا تسلِّموا تسليمَ اليهودِ فإنَّ تسليمَهم بالرءوسِ والأكفِّ والإشارةِ
“Janganlah kalian memberi salam seperti orang-orang Yahudi. Karena salam mereka adalah dengan anggukan kepala, telapak tangan, dan isyarat.” (HR. an-Nasa’i no.10100. Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (11/16) mengatakan: “sanadnya jayyid”)
Dari Abdullah bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ليس منَّا من تشبَّه بغيرِنا لا تشبَّهوا باليهودِ ولا بالنَّصارَى فإنَّ تسليمَ اليهودِ الإشارةُ بالأصابعِ وإنَّ تسليمَ النَّصارَى بالأكُفِّ
“Bukan golongan kami, orang yang menyerupakan diri dengan kaum lain. Jangan kalian menyerupakan diri kalian terhadap orang-orang Yahudi dan Nasrani. Karena salamnya orang Yahudi adalah dengan isyarat tangan. Dan salamnya orang Nasrani adalah dengan isyarat telapak tangan.” (HR. at-Tirmidzi (5/56), dihasankan al-Albani dalam Shahih Sunan At Tirmidzi)
Namun terdapat hadits lain yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberi salam dengan isyarat. Dari Asma’ binti Yazid radhiyallahu ‘anha, ia berkata:
أَلْوَى النبيُّ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّمَ بيدِهِ إلى النِّساءِ بِالسلامِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berisyarat dengan tangan kepada para wanita untuk memberikan salam.” (HR. al-Bukhari dalam al-Adabul Mufrad no.767. Dishahihkan al-Albani dalam Shahih al-Adabil Mufrad)
Para ulama berbeda pendapat dalam mengkompromikan hadits-hadits di atas. An-Nasa’i dan an-Nawawi mengatakan bahwa larangan yang ada dalam hadits Jabir adalah bernilai makruh tanzih, tidak sampai haram. Karena menimbang hadits Asma’ di atas yang menunjukkan bolehnya memberi salam dengan isyarat. An-Nasa’i dalam Sunan-nya membuat judul bab:
كراهية التسليم بالأكف والرؤوس والإشارة
“Makruhnya memberi salam dengan telapak tangan, atau kepala, atau isyarat.”
Sebagian ulama Syafi’iyyah juga mengatakan bahwa memberi salam dengan isyarat termasuk khilaful aula, tidak sampai haram.
Namun pendapat yang lebih rajih dalam masalah ini adalah pendapat ulama yang mengharamkan secara mutlak memberi salam dengan isyarat, kecuali dibarengi dengan ucapan juga. Karena ada larangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan beliau menyatakan perbuatan ini sebagai tasyabbuh terhadap orang kafir. Dan karena hadits Asma’ di atas terdapat keterangan dalam riwayat lainnya, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membarenginya dengan ucapan salam juga. Asma’ binti Yazid radhiyallahu ‘anha mengatakan:
مرَّ علينا النَّبيُّ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم في نِسوَةٍ، فسلَّم علينا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati kami para wanita, lalu beliau mengucapkan salam kepada kami.” (HR. Abu Daud no. 5204, dihasankan oleh Syaikh Syu’aib al-Arnauth dalam Takhrij Sunan Abu Daud)
Bahkan an-Nawawi sendiri mengatakan: “Hadits riwayat at-Tirmidzi dari Asma’ bin Yazid, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melewati masjid pada suatu hari. Ketika itu beberapa orang wanita sedang duduk-duduk. Maka Rasulullah pun memberi salam dengan berisyarat. At-Tirmidzi mengatakan: hadits ini hasan. Hadits ini dibawa kepada kemungkinan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menggabungkan antara lafadz salam dan isyarat. Ini ditunjukkan dalam riwayat lain dalam Sunan Abu Daud, bahwa Asma’ mengatakan: lalu beliau (Rasulullah) mengucapkan salam kepada kami.” (Al-Adzkar, 1/547)
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah menjelaskan: “Tidak boleh memberi salam hanya dengan isyarat. Yang sesuai sunnah adalah dengan ucapan salam, baik ketika memulai salam atau ketika membalas salam. Adapun salam dengan sekedar isyarat, ini tidak boleh. Karena ini menyerupai ciri khas sebagian orang kafir. Dan juga ini menyelisihi syariat Allah. Namun jika memberi isyarat kepada seorang Muslim ketika memberi salam, agar ia paham (bahwa kita memberi salam), karena jaraknya jauh, maka ini tidak mengapa. Karena terdapat dalil yang menunjukkan bolehnya hal ini. Demikian juga ketika seseorang sedang dalam keadaan shalat, maka ia boleh membalas salam dengan isyarat. Sebagaimana terdapat dalam hadits yang shahih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Majalah al-Buhuts al-Islamiyah, juz 38 hal. 136)
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah juga menjelaskan: “Tidak boleh seseorang mencukupkan dengan memberi isyarat saja. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal tersebut. Namun jika seseorang yang ingin disapa itu jaraknya jauh, atau ia tuli, hendaknya menggabungkan antara isyarat dan ucapan salam. Adapun jika sekedar isyarat saja, tidak boleh. Dari sini, kita ketahui ada tiga keadaan:
Pertama, mencukupkan dengan isyarat saja, ini tidak boleh.
Kedua, mencukupkan dengan ucapan salam saja, ini boleh bahkan ini hukum asalnya.
Ketiga, menggabungkan antara isyarat dan ucapan salam. Ini dilakukan jika ada sebabnya. Seperti ketika yang disapa itu jauh jaraknya atau ia tidak bisa mendengar, maka gabungkan antara isyarat dan ucapan salam.” (Liqa’ Babil Maftuh, 145/24)
Wallahu a’lam. Semoga Allah memberi taufik.
***
Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom.
Dukung Yufid dengan menjadi SPONSOR dan DONATUR.
REKENING DONASI:
BANK SYARIAH INDONESIA
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK (Kode BSI: 451)
🔍 Konsultasi Syariah Online, Doa Tahnik Bayi, Acara 7 Bulanan Bayi Dalam Islam, Bulan Yang Baik Untuk Menikah Menurut Kalender Islam, Doa Agar Didekatkan Jodoh, Bacaan Tawasul Kepada Nabi Muhammad