Mari bersama menabung pahala amal jariyah untuk kehidupan kita kelak di akhirat.   BSI: 7086882242
a.n. Yayasan Yufid Network  

Seluruh dana untuk operasional produksi konten dakwah di Yufid: Yufid.TV, YufidEDU, Yufid Kids, website dakwah (KonsultasiSyariah.com, Yufid.com, KisahMuslim.com, Kajian.Net, KhotbahJumat.com, dll).

Yufid menerima zakat mal untuk operasional dakwah Yufid

AL-QURAN

Tafsir Surat Asy-Syu’ara Ayat 224

Pertanyaan:

Apakah makna surat Asy-Syu’ara ayat 224? Apakah menunjukkan bahwa bersyair terlarang?

Jawaban:

Alhamdulillah, ash-shalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa man walah, amma ba’du,

Allah ta’ala berfirman:

وَالشُّعَرَاءُ يَتَّبِعُهُمُ الْغَاوُونَ

“Dan para penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat” (QS. Asy-Syu’ara: 224).

Asy-syu’ara artinya para penyair. Para penyair yang dimaksud dalam ayat ini adalah para penyair yang sya’irnya berisi kebatilan. Ibnu Katsir rahimahullah membawakan perkataan para salaf:

وقال الحسن البصري : قد – والله – رأينا أوديتهم التي يهيمون فيها ، مرة في شتمة فلان ، ومرة في مدحة فلان . وقال قتادة : الشاعر يمدح قوما بباطل ، ويذم قوما بباطل

“Al-Hasan Al-Bashri rahimahullah mengatakan: “Sungguh demi Allah kami melihat lembah-lembah yang dilewati para penyair itu. Terkadang mereka mencela si fulan dengan syairnya, terkadang mereka memuji si fulan”. Qatadah rahimahullah berkata: “Para penyair biasanya memuji suatu kaum secara batil dan mencela suatu kaum secara batil”” (Tafsir Ibnu Katsir, 6/172).

Imam Al-Baghawi rahimahullah menjelaskan:

أراد شعراء الكفار الذين كانوا يهجون رسول الله – صلى الله عليه وسلم – ، وذكر مقاتل أسماءهم ، فقال : منهم عبد الله بن الزبعرى السهمي ، وهبيرة بن أبي وهب المخزومي ، ومشافع بن عبد مناف . وأبو عزة بن عبد الله الجمحي ، وأمية بن أبي الصلت الثقفي ، تكلموا بالكذب وبالباطل ، وقالوا : نحن نقول مثل ما يقول محمد

“Yang dimaksud dalam ayat ini adalah para penyair kaum kafir yang dahulu sering menyerang Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam. Dan disebutkan perintah untuk memerangi nama mereka (dalam syair). Para ulama menyebutkan, bahwa di antara penyair tersebut adalah Abdullah bin Az-Zab’ari As-Sahmi, Haibarah bin Abi Wahb Al-Makhzumi, Musafi’ bin Abdi Manaf, Abu Ghazzah bin Abdillah Al-Juhmi, Umayyah bin Abi Ash-Shalt Ats-Tsaqafi. Mereka semua mengucapkan dusta dan kebatilan (dalam syair mereka). Mereka juga berkata: kami sekedar mengucapkan seperti yang diucapkan Muhammad” (Tafsir Al-Baghawi, 6/135).

Para penyair tersebut mengatakan “kami sekedar mengucapkan seperti yang diucapkan Muhammad”, maksudnya Al-Qur’an. Mereka mengklaim bahwasanya Al-Qur’an yang disampaikan Nabi sekedar syair sama seperti syair yang mereka buat. Oleh karena itu Allah bantah klaim ini dengan firman-Nya:

أَمْ يَقُولُونَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ رَيْبَ الْمَنُونِ قُلْ تَرَبَّصُوا۟ فَإِنِّى مَعَكُم مِّنَ ٱلْمُتَرَبِّصِينَ أَمْ تَأْمُرُهُمْ أَحْلَٰمُهُم بِهَٰذَآ ۚ أَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُونَ

“Bahkan mereka mengatakan: “Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya”. Katakanlah: “Tunggulah, maka sesungguhnya aku pun termasuk orang yang menunggu (pula) bersama kamu”. Apakah mereka diperintah oleh fikiran-fikiran mereka untuk mengucapkan tuduhan-tuduhan ini ataukah mereka kaum yang melampaui batas?” (QS. Ath-Thur: 31-33).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan:

فإِنَّه لا يَتَّبِعُ الشعرَ غالبًا إِلَّا الغواةُ، فهو باطلٌ، وهذا القُرآنُ ليس كذلك، هذا القُرانُ لا يتبعه إلا أهلُ الرُّشْدِ والسَّدادِ، فدَلَّ ذلك على أنه ليسَ بالشعرِ؛ لأن الغالبَ أن الشعرَ لا يَتَّبِعُه إلّا الغاوونَ

“Yang mengikuti syair-syair mereka umumnya adalah orang-orang sesat. Maka syair-syair mereka adalah kebatilan. Adapun Al-Qur’an, tidaklah demikian. Yang mengikuti Al-Qur’an adalah orang-orang yang berpikir dan lurus akalnya. Maka ini menunjukkan bahwa Al-Qur’an bukanlah syair. Karena umumnya syair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat” (Tafsir Surah Asy-Syu’ara, hal. 311).

Adapun tentang al ghawun dalam ayat ini, disebutkan oleh Ath-Thabari dalam Tafsir Ath-Thabari (19/416) ada empat pendapat di kalangan ahli tafsir:

1. Maknanya adalah orang-orang yang meriwayatkan syair-syair yang batil. Ini tafsiran dari Ibnu Abbas.

2. Maknanya adalah para setan. Ini tafsiran dari Mujahid, Qatadah, dan Ikrimah.

3. Maknanya adalah orang-orang bodoh. Ini tafsiran dari Ibnu Abbas dan Adh-Dhahhak.

4. Maknanya adalah orang-orang sesat dan orang-orang musyrik. Ini tafsiran Ibnu Abbas dan Ibnu Wahab.

Semua tafsir di atas tidaklah saling bertentangan, dan dapat kita kompromikan. Sehingga para penyair yang sesat itu diikuti oleh para hamba yang sesat dari kalangan orang-orang yang gembira dengan syair mereka kemudian menukilnya, orang-orang bodoh, orang-orang yang akidahnya menyimpang, orang-orang musyrik dan juga setan.

Namun tidak semua penyair demikian. Karena di lanjutan ayatnya, Allah ta’ala berfirman:

إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَذَكَرُوا اللَّهَ كَثِيراً وَانتَصَرُوا مِن بَعْدِ مَا ظُلِمُوا

“Kecuali orang-orang (penyair-penyair) yang beriman dan beramal saleh dan banyak menyebut Allah dan mendapat kemenangan sesudah menderita kezaliman.” (QS. Asy-Syu’ara’: 247).

Hukum Syair 

Selain surat Asy-Syu’ara ayat 224, terdapat beberapa dalil yang zahirnya mengharamkan syair. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لأَنْ يَمْتَلِئَ جَوْفُ رَجُلٍ قَيْحًا يَرِيهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمْتَلِئَ شِعْرًا

“Lebih baik salah seorang dari kalian memenuhi perutnya dengan nanah daripada memenuhinya dengan syair.” (HR. Al-Bukhari no. 6155).

Dari Amr bin Syu’aib, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata,

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ تَنَاشُدِ الْأَشْعَارِ فِي الْمَسْجِدِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang melantunkan syair-syair di masjid“ (HR. Tirmidzi no. 296, dihasankan Al-Albani dalam Shahih At-Tirmidzi).

Di sisi lain, terdapat dalil-dalil yang zahirnya membolehkan syair. Dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu, ia berkata:

وَعَنْهُ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ؛ أَنَّ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ مَرَّ بِحَسَّانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ يُنْشِدُ فِي الْمَسْجِدِ، فَلَحَظَ إلَيْهِ، فَقَالَ: قَدْ كُنْتُ أُنْشِدُ، وَفِيهِ مَنْ هُوَ خَيْرٌ مِنْكَ.

“Umar radhiyallahu ‘anhu pernah melewati Hassan bin Tsabit yang sedang bersyair di dalam masjid kemudian beliau memandangnya dengan tajam. Maka Hassan berkata, “Aku pernah bersyair dan di masjid ketika ada seorang yang lebih utama darimu (yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam)” (HR. Al-Bukhari no. 3212 dan Muslim no. 2485).

Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu’anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 

عَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ مِنْ الشِّعْرِ حِكْمَةً

“Sesungguhnya di sebagian syair terdapat hikmah” (HR. Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 85, dishahihkan Al-Albani dalam Shahih Al-Adabul Mufrad).

Oleh karena itu hukum syair perlu dirinci. Sebagaimana penjelasan Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah:

هذا فيه تفصيل أيضًا، والشعر مثلما قال الشافعي رحمه الله: “حسنه حسن، وقبيحه قبيح”، فالشعر الذي ينصر الحقَّ ويُؤيد الحقَّ، ويهدم الباطل وأهل الباطل؛ هذا مطلوبٌ، هذا مشروعٌ، وهو الذي كان يقوم به حسان بن ثابت ، وعبدالله بن رواحة، وسعد بن مالك، وغيرهم من الشعراء الذين كانوا في عهده ﷺ وبعده. أما إذا كان الشعر في ذمِّ الحق، ومدح الخنا والفساد، والدعوة إلى الزنا والفجور؛ فهذا منكرٌ محض لا يجوز

“Hal ini juga memerlukan perincian. Hukum syair sebagaimana dikatakan oleh Imam Asy-Syafi’i rahimahullah, “Syair yang baik maka baik hukumnya, dan syair yang jelek maka jelek hukumnya”. Syair yang mendukung kebenaran dan menghancurkan kebatilan serta para pelakunya, maka ini dituntut dalam agama dan disyariatkan. Dan itulah yang dilakukan Hassan bin Tsabit radhiyallahu’anhu, Abdullah bin Rawahah radhiyallahu’anhu, Sa’ad bin Malik radhiyallahu’anhu, dan para penyair lainnya yang ada di zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Namun, jika syairnya mencela kebenaran, memuji pengkhianatan dan kejahatan, serta menyerukan perzinaan dan maksiat, maka ini jelas kemungkaran dan tidak diperbolehkan” (Fatawa Ad Durus, no.413).

Wallahu a’lam, semoga Allah ta’ala memberi taufik.

Walhamdulillahi rabbil ‘alamin, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi washahbihi ajma’in.

Dijawab oleh Ustadz Yulian Purnama, S.Kom. 

***

URUNAN MEMBUAT VIDEO DAKWAH YUFID.TV

Yufid.TV membuka kesempatan untukmu, berupa amal jariyah menyebarkan ilmu yang bermanfaat. Kami namakan “Gerakan Urunan Membuat Video Yufid.TV”. Anda dapat menyumbang dalam jumlah berapa pun untuk membuat video Yufid.TV, Yufid Kids, dan Yufid EDU. Anda boleh sumbangan Rp 5.000,- atau kurang itu. Semoga ini menjadi tabungan amal jariyahmu, menjadi peninggalan yang pahalanya tetap mengalir kepadamu di dunia dan ketika kamu sudah di alam kubur.

Anda dapat kirimkan sumbangan urunanmu ke:

BANK SYARIAH INDONESIA 
7086882242
a.n. YAYASAN YUFID NETWORK
Kode BSI: 451 (tidak perlu konfirmasi, karena rekening di atas khusus untuk donasi)

PayPal: [email protected]

Mari kita renungkan Surat Yasin Ayat ke-12 ini:

إِنَّا نَحْنُ نُحْىِ ٱلْمَوْتَىٰ وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا۟ وَءَاثَٰرَهُمْ ۚ وَكُلَّ شَىْءٍ أَحْصَيْنَٰهُ فِىٓ إِمَامٍ مُّبِينٍ

Artinya: 

“Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan KAMI MENULISKAN APA YANG TELAH MEREKA KERJAKAN DAN BEKAS-BEKAS YANG MEREKA TINGGALKAN. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Yasin: 12)

Apa bekas-bekas kebaikan yang akan kita tinggalkan sehingga itu akan dicatat sebagai kebaikan oleh Allah?

🔍 Gambar Alqur An, Cara Melihat Roh Orang Yang Sudah Meninggal, Hukum Memanjangkan Rambut Bagi Wanita, Hukum Salat Idul Fitri Adalah, Istri Menikah Lagi Sebelum Cerai

Visited 303 times, 1 visit(s) today

QRIS donasi Yufid